Mengenai Saya

selamat datang di blog materi kuliah kesehattan lingkungan,, blog ini berisi tentang materi-materi kuliah yang ada di jurusan kesehatan lingkungan dan bertujuan mempermudah mahasiswa kesehatan lingkungan dalam mencari materi-materi kuliah. semoga blog ini bermanfaat bagi yang membaca, khususnya bagi mahasiswa kesehatan lingkungan sendiri..

Sabtu, 27 November 2010

BENTUK-BENTUK PENYAMPAIAN GAGASAN
Drs. Darsono, M.Si.

Apa
gagasan itu?


Gagasan pada dasarnya adalah pesan dalam dunia batin seseorang yang hendak disampaikan kepada orang lain.

Gagasan itu bisa berupa pengetahuan, pengamatan, pendapat, renungan, pendirian, keinginan, emosi, dll.

Bagaimana menyampaikannya?
Secara tertulis, terdapat lima bentuk utama penyampaian gagasan, yaitu narasi (penceritaan), deskripsi (pelukisan), eksposisi (pemaparan), argumentasi (pembahasan), dan persuasi.

Hal ini sejalan dengan bentuk-bentuk paragraf (yang sudah dibicarakan).

Bentuk
1. Narasi/Penceritaan
2. Deskripsi/pelukisan/penggambaran
3. Eksposisi/Pemaparan
4. Argumentasi/Pembahasan
5. Persuasi

Tulisan/karangan deskripsi adalah bentuk karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium, merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan citra pengarangnya.

Tulisan/karangan deskripsi ini bermaksud menyampaikan kesan mengenai sesuatu, dengan sifat dan gerak-geriknya atau dengan segala karakteristiknya kepada pembaca.

Bagaimana caranya?
Melatih diri mengamati sesuatu (mengadakan pengamatan secara cermat).
Melakukan pencermatan terhadap hal-hal yang besar sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya (rinci/detail)
Membahasakannya secara cemat, rinci, dan hidup.

“Jadi, ada hal penting: (1) kecermatan pengamatan, (2) kesanggupan berbahasa, (3) kemampuan memilih rincian khusus yang menunjang ketepatan.”

Macam-macam deskripsi:
Deskripsi orang (keadaan fisik, keadaan sekitar, watak atau perbuatan, dan gagasan-gagasannya)
Deskripsi tempat (dengan urutan rruang atau urutan kepentingannya)

Tulisan/karangan narasi adalah bentuk karangan yang menyampaikan rangkaian peristiwa berdasarkan urutan kejadiannya (secara kronologis).

Tulisan/karangan narasi ini bermaksud memberikan arti kepada sebuah atau serentetan peristiwa sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita yang disampaikan penulis.

TUJUAN
MEMBUAT NARASI:


INFORMASIONAL/
EKSPOSITORI:
Memberikan informasi atau
wawasan kepada pembaca
(mengutamakan rasio)

ESTETIS/SUGESTIF:
Memberikan pengalaman
estetis/keindahan
(mengutamakan emosi)

Komponen Narasi:
Alur (plot): rangkaian kejadian
Penokohan: orang, hewan, atau benda tertentu yang menggerakkan cerita
Latar (setting): tempat atau suasana kejadian
Sudut pandang (point of view): yang menceritakan peristiwa

EKSPOSISI
Merupakan karangan/tulisan yang bertujuan utama untuk memberitahukan, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu.
Masalah yang dikomunikasikan (terutama) adalah informasi.

Hal atau sesuatu yang dikomunikasikan itu bisa berupa:
Data faktual, yaitu sesuatu yang memang terjadi atau sebuah proses, seperti cara bekerjanya mesin.
Suatu analisis atau interpretasi objektif terhadap sebuah fakta

Pemaparan atas fakta atau analisis dan interpretasi terhadap fakta tersebut hanya bersifat informatif, bukan mendesak atau memaksa pembaca untuk menerima atau menolak pandangan yang disampaikan penulis.

EKSPOSISI ITU:

Bisa pendek dan sederhana, seperti petunjuk pemakaian obat
Bisa panjang dan rumit, seperti pemaparan sebuah konsep atau teori

Untuk memperjelas eksposisi yang kita buat, bisa disertakan pula gambar, denah, peta, data statistik (angka-angka), dll. Kutipan tentang pendapat seseorang juga bisa digunakan untuk memperjelas eksposisi yang kita buat.

Teknik Pengembangan Eksposisi

Teknik Identifikasi: dengan menyebutkan ciri-ciri atau unsur yang membentuk suatu hal atau objek sehingga pembaca dapat mengenali dengan jelas objek yang dijelaskan. Misalnya, kandungan vitamin yang terdapat dalam suatu produk.

Teknik Perbandingan: membandingkan hal yang dijelaskan dengan hal lain, baik kesamaannya maupun kebedaannya. Perbandingan bisa dilakukan dengan:
1. perbandingan langsung
2. analogi
3. perbandingan kemungkinan

Teknik Ilustrasi: dengan memberikan contoh nyata, baik atas pengertian yang konkret maupun yang abstrak.
Teknik Klasifikasi: dengan memberikan penggolongan-penggolongan berdasarkan kriteria tertentu
Teknik Definisi: dengan memberikan batasan terhadap sesuatu yang dijelaskan. Ada beberapa macam definisi:
1. Sinonim
2. Definisi formal

Definisi luas
Teknik Analisis: dengan cara memecah-mecah suatu pokok persoalan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil secara logis. Bentuknya bisa:
1. Analisis proses
2. Analisis sebab-akibat
3. Analisis bagian
4. Analisis fungsional

ARGUMENTASI
Argumentasi merupakan tulisan yang berupa paparan alasan dan sitesis pendapat untuk membangun sebuah simpulan.
Tujuan argumentasi ialah memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak pendapat, pendirian, atau gagasan. Dengan demikian, argumentasi perlu ditulis secara meyakinkan dengan alasan, bukti, dan analisis yang kuat sehingga bisa mempengaruhi pembaca.
Pemaparan bukti dilakukan secara logis-rasional.

Teknik Pengembangan Argumentasi
Teknik Induksi: dilakukan dengan mengemukakan bukti-bukti (contoh, fakta, pengalaman, laporan, data statistik, dll.) kemudian ditarik simpulan umum atas topik yang dibahas.
Teknik Deduksi: dilakukan dengan mengemukakan pernyataan/simpulan umum, kemudian diperkuat dengan bukti-bukti yang relevan (pernyataan khusus). Silogisme merupakan cara penalaran yang bersifat deduktif.

PERSUASI
Persuasi merupakan tulisan yang berupa paparan untuk mempengaruhi dan membujuk pembaca. (persuasion diturunkan dari to persuade yang berarti membujuk atau meyakinkan)
Secara eksplisit maupun implisit, tulisan persuasi memiliki daya-bujuk, daya-himbau, dan daya-bangkit yang tinggi sehingga mampu membangkitkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan mengikuti himbauan yang dilontarkan penulis.
Bila argumentasi lebih mementingkan logika, maka persuasi melibatkan logika dan perasaan (emosi).
Oleh karena itu, tulisan persuasi menghendaki penyikapanlogika dan emosional, bukan hanya penyikapan logika sebagaimana yang dituntut dalam tulisan argumentasi.

Tulisan persuasi lebih banyak dipakai dalam:
. Dunia politik
. Dunia advertensi
. Dunia propaganda

Alat Pengembangan Persuasi
Bahasa: bahasa yang luwes memungkinkan orang untuk menciptakan citra yang kuat. Bahasa yang provokatif biasanya digunakan dalam persuasi.
Nada: nada pembicaraan digunakan sesuai dengan respons yang dikehendaki, misalnya nada sedih, takut, bangga, kagum, dll.
Detail: uraian tentang bagian-bagian yang kecil dan rinci
Organisasi: pengaturan detail sehingga “mampu mengubah keyakinan dan pandangan”.
Kewenangan: otoritas menjadi penting untuk menciptakan “penerimaan” dan “kesadaran” pada pembaca.

MENULIS ITU SEBUAT KETERAMPILAN

TIDAK BISA DITUNGGU KAPAN DIA DATANG

LATIHAN MENJADI KEWAJIBAN

paragraf

PARAGRAF DAN PENGEMBANGANNYA
Oleh: Drs. Darsono, M.Si.

Paragraf/alinea, bisa dipandang sebagai:
. Satuan pikiran yang kecil (paragraf terdiri atas pikiran-pikiran kecil yang menyatu)
. Rangkaian kalimat yang teratur (pargaraf terdiri atas beberapa kalimat yang dirangkai secara teratur)
. Miniatur sebuah karangan (penyusunan paragraf hampir sama dengan penyusunan karangan)

Dengan kata lain, paragraf merupakan
. Seperangkat kalimat
. Tersusun secara logis-sistematis
. Merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan
. Koherens
. Kohesif

Paragraf yang baik hendaknya memenuhi syarat:
. Kesatuan (kohesi)
. Kepaduan (koherensi)
. Kelengkapan (completely)

Kesatuan mengacu pada pengertian bahwa dalam satu paragraf hanya terdapat satu ide/gagasan pokok (ditambah dengan ide/gagasan penjelas/pendukung). Pengembangan ide pokok dengan ide penjelas itu harus membentuk kesatuan makna. Paragraf yang memenuhi syarat ini disebut paragraf yang kohesif.

Kepaduan berarti bahwa kalimat-kalimat yang terdapat dalam paragraf itu (hendaknya) saling berhubungan, baik yang berhubungan secara eksplisit (yang dihubungkan dengan preposisi tertentu) atau secara implisit (berhubungan makna) sehingga paragraf itu menjadi koherens.

Kelengkapan mengandung pengertian bahwa pengembangan paragraf (pengembangan ide pokok dengan ide-ide penjelas) harus dilakukan secara lengkap/utuh, tidak ada yang kurang/hilang, sehingga tidak menimbulkan pertanyaan. Ide-ide yang tertuang dalam paragraf betul-betul telah lengkap/utuh.
Perhatikan paragraf 1 berikut!
Ferdinand Marcos memiliki kesamaan dengan Bung Karno. Marcos, sebagaimana juga Bung Karno, telah memegang kekuasaan sebagai presiden sekitar dua puluh tahun. Semula, kedua orang itu pantang mundur dari singgasananya. Keduanya beranggapan bahwa angkatan bersenjata masih setia kepadanya. Keduanya juga beranggapan bahwa sebagian besar rakyat masih mencintainya. Akhirnya, kedua tokoh tersebut menyerah pada keadaan dan mereka harus turun dari tahtanya.
Dalam paragraf 1 terdapat:
Satu topik/pikiran pokok/ide pokok/pikiran utama: ……. (apa?)
Beberapa ide/pikiran penjelas: ....... (apa?)
Kalimat topik/utama/pokok: …. (apa?)
Kalimat-kalimat penjelas: …… (apa?)
Frase transisi (penanda kohesi dibahas lebih lanjut).
Bagaimana memulai menulis paragraf?
Langkah Penting: Menemukan Topik
Brainstorming (curah pendapat)
Perenungan/meditasi
Formula jurnalistik (5-W, 1-H)
Pertanyaan klasik
apa itu
apa persamaan dan perbedaan dengan yang lain
apa yang menyebabkan
apa yang dikatakan orang tentang ini
Pemecahan masalah
Bagaimana membatasi topik?
Topik bisa dibatasi dengan:
Tempat (desa, kota, daerah, negara)
Waktu, periode, zaman
Aspek khusus/objek
Bidang kehidupan manusia

Bagaimana mengembangan topik menjadi paragraf?
Pilih salah satu topik/ide pokok
Ubah topik/ide pokok menjadi kalimat topik
Temukan ide-ide penjelasnya
Susun ide penjelas sesuai urutan yang sistematis
Ubah ide-ide penjelas menjadi kalimat-kalimat penjelas
Rangkaian kalimat-kalimat itu dengan preposisi yang tepat


Berlatih sebentar!
Topik: (apa yang anda pikirkan, tulis!) Misal yang terpikir:
kuliah
naik haji
kesehatan gigi,
suami
Istri
Rumuskan kalimat topik.
Kalimat topik = topik + pembatas
Contoh:
naik haji + bisa digunakan untuk menutupi KKN

(Lanjutkan!)

Temukan ide-ide penjelasnya
Urutkan secara sistematis
Rumuskan menjadi kalimat-kalimat penjelas
Rangkaikan kalimat-kalimatnya secara baik.


Pengembangan paragraf bisa dilakukan dengan:
Berdasarkan Tekniknya
Cara alamiah
Urutan ruang
Urutan waktu
Cara klimaks atau antiklimaks
Cara umum-khusus atau khusus-umum


B. Berdasarkan Isinya
Cara Perbandingan atau Pertentangan
Cara analogi
Cara contoh
Cara sebab-akibat
Cara definisi luas
Cara klasifikasi


Ide penjelas bisa berupa:
Contoh
Rincian anggota kelas
Data statistik
Ilustrasi
Bukti
Bahan bandingan
Rincian proses
Sebab atau akibat

Bentuk paragraf
(sebagaimana bentuk karangan):
Narasi: menceritakan rangkaian peristiwa (terdapat tokoh, alur, setting, dll.)
Deskripsi: mendeskripsikan hal/peristiwa/ situasi secara objektif sehingga pembaca seolah-olah melihat/merasakan sendiri
Eksposisi:memaparkan pikiran untuk memperluas pandangan/pengetahuan orang lain
Argumentasi:menyampaikan pikiran dengan alasan yang logis dan sistematis
Persuasi: argumentasi yang berlebihan sehingga tampak bombastis (bersifat merayu atau “membujuk”, seperti bahasa iklan)



MENULIS ITU KETRAMPILAN
LATIHAN MESTI DILAKUKAN
BILA TIDAK, RASAKAN..
SEKIAN

penulisan akademik

PENULISAN AKADEMIK
(Academic Writing)
Oleh: Drs. Darsono, M.Si.

Perguruan Tinggi/Kampus sebagai masyarakat ilmiah merupakan tempat pengembangan ilmu. Dalam dunia keilmuan, penulisan akademik menempati posisi sentral yang sangat penting.

Mengapa penulisan akademik itu penting?
. Melalui tulisan, sebuah gagasan memperoleh kesempatan untuk diuji oleh orang lain (aktivitas ini memungkinkan orang lain memberikan tanggapan, komentar, catatan, bahkan kritik)
. Dengan cara itu, gagasan dapat dikembangkan, baik oleh penulisnya sendiri maupun orang lain sehingga menjadi pengetahuan umum yang bersifat kumulatif
. Penulisan merupakan institusi tersendiri, yang di dalamnya sistem penghargaan (reward) dalam praktek keilmuan dilembagakan.

Ciri-Ciri Penulisan Akademik
1. Jernih, tidak mengandung ambiguitas
2. Konseptual, tidak “sembarangan”
3. Netral, tidak bias, tidak emosional
4. Logis, mengikuti ketentuan logika berpikir (deduksi, induksi, atau campuran)
5. Sistematis, bebas dari kontradiksi internal
6. Ekspresif, merupakan ekspresi pikiran dengan bahasa yang baik dan benar
7. Komunikatif, mudah dipahami orang lain (terutama yang sebidang ilmu)
8. Etis, sesuai dengan norma intelektual-keilmuan

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan:
1. Penguasaan Teori: Materi/Substansi
2. Penguasaan Logika: Struktur Berpikir
3. Alur (melompat-lompat atau tidak)
4. Pola (deduktif, induktif, atau gabungan)
5. Kelengkapan (premis mayor, minor, konklusi)
6. Sistemik (kesesuaian)
7. Kedalaman pemikiran (superfisial/deep)
8. Kompleksitas (simplifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi
9. Pengulangan

Penguasaan Kebahasaan
1. Ejaan (baku atau tidak)
2. Cara penulisan (penggunaan tanda baca)
3. Pilihan kata (diksi yang sesuai dengan konsep)
4. Struktur kalimat (kelengkapan subjek-predikat)
5. Efisiensi dan efektivitas (padat konsep)
6. Penguasaan Teknik Penulisan Ilmiah
7. Tata cara pengutipan (kutipan, sumber, kepustakaan)
8. Peringkasan gagasan
9. Pengintegrasian/ hubungan antar-gagasan
10. Membangun argumentasi
11. Menjaga konsistensi
12. Gaya penulisan

Nilai Dasar Ilmu Pengetahuan:

1. Communalism (diketahui bersama)
2. Universalism (berlaku secara umum)
3. Disinterestedness (tak didasari interes tertentu)
4. Organised sceptisism (didasari kecurigaan/ketakpercayaan)
5. Objective (objektif, tak subjektif)
6. Correspondence (saling berhubungan makna)
7. Coherence (koherens, tak saling bertentangan)

Membaca Kritis

MEMBACA KRITIS
UNTUK MENULIS
Oleh: Drs. Darsono, M.Si.

Membaca kritis untuk menulis merupakan kegiatan membaca untuk mendapatkan informasi yang relevan dan diperlukan untuk tulisan yang akan dikembangkan.
Membaca kritis berkaitan dengan jenis informasi apa yang dibutuhkan untuk dimasukkan ke dalam tulisan (apakah informasi umum, khusus, rinci, dll.)

Dalam membaca kritis pembaca tidak menerima begitu saja informasi
Bersikap skeptis (selalu curiga, Bertanya terus menerus, Berusaha mencari bukti, Menguji kebenaran informasi

Untuk itu diperlukan:
1. Banyak informasi dari berbagai sumber
2. Ketekunan
3. Kesabaran

RAGAM MEMBACA KRITIS

1. Membaca kritis bergantung pada jenis informasi yang diperlukan.
2. Membaca cepat/sekilas untuk mencari topik
3. Membaca cepat untuk informasi khusus
4. Membaca teliti untuk informasi rinci

Membaca Kritis
Tulisan/Artikel Ilmiah
Tulisan ilmiah biasanya merupakan hasil penelitian. Ada beberapa hal yang perlu dicermati:

1. Mengenali tesis atau pernyataan masalah
2. Meringkas butir-butir penting
3. Menyitir konsep-konsep penting (pandangan ahli, hasil penelitian, teori)
4. Menentukan bagian yang akan dikutip
5. Menentukan implikasi dari bagian/sumber yang dikutip
6. Menentukan posisi penulis sebagai pengutip

Membaca Kritis
Tulisan/Artikel Populer

Dalam membaca tulisan ilmiah populer (misal artikel di koran), pembaca kritis perlu:
1. Mengenali persoalan utama atau isu yang dibahas (biasanya berkaitan dg masalah sosial)
2. Menentukan signifikansi/relevansi isu itu dengan tulisan yang akan dibuat
3. Memanfaatkan isi artikel untuk bahan/inspirasi dalam menulis
4. Membedakan isinya dengan isi artikel ilmiah atau buku ilmiah

Membaca Kritis
Buku Ilmiah

1. Memanfaatkan indeks untuk menemukan konsep penting (indeks nama atau indeks topik)
2. Mencermati daftar isi untuk mengetahui garis besar isi buku dan mencari bagian-bagian yang penting
3. Menemukan konsep-konsep penting (pandangan ahli, hasil penelitian, teori) untuk menulis
4. Menentukan dan menandai bagian-bagian buku yang akan dikutip
5. Menentukan implikasi dari bagian/sumber yang dikutip
6. Menentukan posisi penulis sebagai pengutip

Membaca Kritis
Buku Ilmiah

1. Memanfaatkan indeks untuk menemukan konsep penting (indeks nama atau indeks topik)
2. Mencermati daftar isi untuk mengetahui garis besar isi buku dan mencari bagian-bagian yang penting
3. Menemukan konsep-konsep penting (pandangan ahli, hasil penelitian, teori) untuk menulis
4. Menentukan dan menandai bagian-bagian buku yang akan dikutip
5. Menentukan implikasi dari bagian/sumber yang dikutip
6. Menentukan posisi penulis sebagai pengutip

Membaca Kritis
Bahan-Bahan dalam Internet

Penggunaan internet untuk mencari informasi penting semakin umum dan lazim dilakukan.

1. Kiat praktis mencari dan menemukan bahan-bahan dalam jaringan internet
2. Memilih dan mengevaluasi bahan-bahan itu untuk kepentingan menulis
3. Menentukan isi atau gagasan penting
4. Memanfaatkan secara kritis bahan untuk menulis

Penting!
1. Dengan membaca banyak referensi, wawasan mahasiswa semakin luas
2. Semakin banyak perdebatan teoretis dan intelektual yang dibaca, semakin kritis pemikiran mahasiswa
3. Membaca kritis bisa mengembangkan daya nalar dan kreativitas mahasiswa
4. Membaca kritis memudahkan mahasiswa memilih gagasan/konsep yang akan digunakan dan menentukan posisi intelektualnya
5. Membaca kritis membantu mahasiswa menuangkan ide/gagasan ke dalam tulisan yang ilmiah (tulisan akademik)

Penulisan Karya Ilmiah

DASAR-DASAR PENULISAN KARYA ILMIAH1

Oleh: Darsono2


I.Pengantar
Profesionalisme guru yang didengungkan sejak digulirkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menuntut guru untuk memiliki kompetensi profesional di samping kompetensi pedagogik, sosial, dan kepribadian. Kompetensi profesional itu ditandai dengan penguasaan akademik atas bidang ilmu yang digeluti yang dispesialisasikan sejak menempuh studi jenjang diploma (D-4) atau sarjana (S-1). Untuk mencapai kompetensi ini, kemampuan baca-tulis menjadi persyaratan utama karena pengembangan keilmuan memang dilakukan melalui media cetak. Dengan kata lain, seorang guru profesional yang menguasai kompetensi akademik dituntut memiliki kemampuan membaca dan menulis yang baik, terutama membaca dan menulis karya ilmiah. Persoalannya, bagi sebagian besar bangsa Indonesia, membaca dan menulis itu belum menjadi kebiasaan, apalagi kebudayaan, sehingga membaca dan menulis itu menjadi kesulitan tersendiri ketika menjadi kewajiban yang harus dikerjakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Chaedar Alwasilah (1994:127—134) terhadap mahasiswa dari Indonesia yang sedang studi di Amerika Serikat menghasilkan temuan yang layak dicermati. Salah satu temuannya menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa Indonesia mengalami kesulitan utama dalam hal menulis paper (makalah), presentasi di depan kelas, dan diskusi. Selain itu, ketika menyajikan makalah, mahasiswa kita kurang percaya diri dan kurang mampu memaparkan bukti-bukti pendukung gagasan (Alwasilah, 1994:129). Mengapa demikian? Hal ini ternyata berkaitan dengan pembelajaran di sekolah-sekolah Indonesia. Para siswa kita tidak diasah atau diajari kemampuan bernalar dan berpikir kritis, yaitu kemampuan berpikir netral, objektif, beralasan atau logis, dan haus akan kejelasan dan ketepatan. Para siswa kita juga tidak (kurang) dibiasakan menganalisis argumentasi secara cermat, mencari bukti-bukti yang sahih, dan menghasilkan simpulan yang mantap. Padahal, kemampuan tersebut merupakan kunci penting dalam kegiatan ilmiah dan penulisan karya tulis ilmiah.
Kurangnya pembelajaran nalar mengakibatkan kurangnya keterampilan berpikir kritis (critical thinking). Ini bisa dilihat dari produktivitas baca-tulis wacana ilmiah-kritis yang relatif rendah. Salah satu penandanya ialah rendahnya buku-buku ilmiah yang diterbitkan, misalnya bila dibandingkan dengan Malaysia. Membaca dan menulis kritis menjadi barang langka. Akibatnya, menulis ilmiah menjadi pekerjaan yang sulit dan bahkan menjadi “momok” yang menakutkan, misalnya bagi mahasiswa yang akan menulis skripsi atau bagi guru yang dituntut menulis untuk kenaikan pangkat/jabatan.
Menulis menjadi pekerjaan sulit bagi sebagian besar orang Indonesia, termasuk orang-orang yang terpelajar. Menurut Teeuw (1994:39), bangsa Indonesia memang terbiasa dengan tradisi lisan atau kelisanan (orality), sedangkan pola kehidupan masyarakat yang menghayati kebudayaan tulis (interiorization of print culture) atau keberaksaraan (written/literacy) tidak pernah dilalui secara mendalam. Ditambah dengan muncul dan berkembangnya teknologi elektronik (audio-visual) secara pesat, baca-tulis semakin jauh dari kebiasaan hidup. Kelisanan ini menghasilkan the oral state of mind yang dicirikan dengan besarnya peran mulut dan telinga. Keberaksaraan menghasilkan the literate state of mind, yang dicirikan (salah satunya) dengan pentingnya peran mata, adanya keterpisahan, menguatnya individualitas, dan tumbuhnya sikap kritis dan pemikiran logis yang mendalam.
Kehadiran karya tulis ilmiah, dalam konteks pelatihan ini, setidaknya bisa dilihat dari dua kepentingan, yaitu kepentingan praktis dan kepentingan ilmiah (teoretis). Berkaitan dengan kepentingan praktis, karya tulis ilmiah diperlukan untuk pengumpulan angka kredit, kenaikan pangkat/jabatan akademik, dan pada akhirnya untuk sertifikasi dalam jabatan guru (dan dosen). Dari sisi ini, kelahiran karya tulis ilmiah tampak secara praktis bersinggungan langsung dengan kehidupan (sosial dan ekonomi). Sebagai kepentingan ilmiah, secara teoretis kelahiran karya tulis ilmiah diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam dunia akademik. Sisi ini sangat penting karena beberapa alasan: (1) melalui tulisan, sebuah gagasan memperoleh kesempatan untuk diuji oleh orang lain, (2) dengan cara itu, gagasan dapat dikembangkan, baik oleh penulisnya sendiri maupun orang lain sehingga menjadi pengetahuan umum yang bersifat kumulatif, dan (3) penulisan merupakan institusi tersendiri yang di dalamnya sistem penghargaan (reward) dalam praktik keilmuan dilembagakan (Sparringa, 2007).

II.Menulis sebagai Keterampilan
Dalam ilmu kebahasaan, menulis dipandang sebagai suatu keterampilan. Terdapat empat keterampilan berbahasa yang saling berhubungan, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Karena saling berhubungan, keempat keterampilan berbahasa tersebut disebut catur tunggal (Tarigan, 1986), yaitu bahwa keempat keterampilan tersebut saling berhubungan sehingga menjadi sebuah kesatuan.
Sebagaimana diuraikan di atas, menulis dipandang sebagai keterampilan yang paling sulit karena kuatnya tradisi lisan dan tidak tumbuhnya kebiasaan baca-tulis. Meski demikian, bukan berarti bahwa menulis itu tidak bisa dilakukan. Sebagai sebuah keterampilan, menulis bisa diajarkan dan dilatihkan kepada siapa pun. Artinya, keterampilan menulis itu bisa ditumbuhkan dalam diri seseorang melalui kegiatan pembelajaran. Dengan asumsi yang demikian, maka setiap individu diasumsikan memiliki potensi untuk menulis dan potensi itu bisa dikembangkan melalui pembelajaran atau pelatihan.
Sebagai sebuah keterampilan, menulis membutuhkan langkah-langkah atau tahapan tertentu sehingga menulis dipandang sebagai proses (Barrs, 1983 dalam Suparno dan Yunus, 2008). Proses menulis meliputi tiga fase, yaitu prapenulisan, penulisan, dan pascapenulisan. Pada fase prapenulisan, aktivitas yang dilakukan meliputi menentukan topik, mempertimbangkan maksud dan tujuan penulisan, memperhatikan sasaran (pembaca), mengumpulkan informasi pendukung, dan mengorganisasikan ide dan informasi menjadi kerangka karangan. Pada fase penulisan, penulis mengembangkan butir-butir yang terdapat dalam kerangka karangan. Pada tahap pascapenulisan yang merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan buram mencakupi kegiatan penyuntingan dan perevisian.
Menulis juga membutuhkan penalaran. Agar tulisan yang dihasilkan jelas, logis, runtut, jujur, dan mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca, diperlukan penalaran. Yang dimaksudkan dengan penalaran adalah proses berpikir untuk menghubung-hubungkan atau membuat kaitan antara bukti, fakta, petunjuk, atau sesuatu yang dianggap bukti, menuju pada simpulan (Keraf, 1984; Moeliono, 1989). Dengan demikian, penalaran merupakan proses berpikir yang sistematis dan logis untuk memperoleh simpulan. Penalaran bisa dilakukan dengan cara induktif, deduktif, maupun gabungan keduanya. Kesalahan penalaran akan menimbulkan kekacauan isi tulisan.


III.Mengenal Bentuk/Ragam Wacana
Pengembangan gagasan ke dalam tulisan dapat dilakukan dengan memilih bentuk atau ragam wacana (baca: tulisan) yang sesuai. Mengacu ke Gorys Keraf (1981; 1983), ragam wacana bisa dibedakan atas eksposisi, deskripsi, argumentasi, narasi, dan persuasi. Kelima bentuk wacana ini menjadi dasar pengembangan tulisan lebih lanjut. Oleh karena itu, keterampilan menulis lima bentuk wacana tersebut penting dalam pengembangan kemampuan menulis karya tulis ilmiah. Pemilihan bentuk/ragam wacana/tulisan disesuaikan dengan isi/substansi yang hendak disampaikan.
Deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu (tempat, suasana/situasi) berdasarkan kesan-kesan dari (hasil) pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya. Sasarannya adalah menciptakan kembali atau menghadirkan kembali kesan-kesan yang dialami penulis ke pembaca. Dengan demikian, deskripsi yang baik adalah deskripsi yang bisa menciptakan imajinasi pembaca seolah-olah pembaca mengamati, mengalami, dan merasakan sendiri sebagaimana yang diamati, dialami, dan dirasakan penulisnya.
Narasi adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Tulisan narasi bertujuan memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai proses terjadinya suatu peristiwa, meliputi tahap, langkah, urutan, atau rangkaian kejadian. Narasi tidak hanya digunakan dalam karya fiksi (cerpen, novel, drama), tetapi juga digunakan untuk menyampaikan gagasan dalam tulisan ilmiah (nonfiksi).
Eksposisi merupakan ragam wacana yang dimaksudkan untuk menjelaskan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu (fenomena, fakta, konsep, teori) sehingga dapat menambah dan memperluas pandangan dan pengetahuan pembaca. Tulisan eksposisi hanya dimaksudkan untuk menginformasikan atau menerangkan, bukan mempengaruhi pikiran, sikap, dan perilaku pembacanya.
Argumentasi merupakan ragam wacana yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca tentang kebenaran informasi yang disampaikan. Untuk meyakinkan pembaca, penulis biasanya menyajikan pikiran-pikirannya secara cermat, logis, kritis, sistematis, dan objektif. Untuk memperkuat alasan-alasan (argumentasi) logis-rasional yang dikembangkan, penulis argumentasi juga memasukkan data, bukti, dan pendukung lainnya yang sesuai. Dengan demikian, argumentasi yang dibangun bisa diterima dan diyakini oleh pembaca.
Persuasi merupakan ragam wacana yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap, pandangan, pendapat, dan perilaku pembaca dengan lebih menggunakan pendekatan emosional. Berbeda dengan argumentasi yang lebih bersifat rasional-objektif, penggunaan data dan bukti dalam tulisan persuasi sering dimanipulasi atau dilebih-lebihkan, sebagaimana tampak dalam iklan, propaganda, kampanye, dan tulisan-tulisan lain yang sejenis.
Sebuah tulisan bisa menggunakan berbagai ragam tersebut secara variatif. Ini berarti bahwa dalam sebuah tulisan bisa digunakan lebih dari satu ragam wacana, meski tetap ada salah satu ragam wacana yang menonjol. Variasi penggunaan berbagai ragam ke dalam satu tulisan secara tepat akan menjadikan tulisan lebih menarik dan enak untuk dibaca.


IV.Penelitian sebagai Dasar Penulisan Ilmiah
Sebagai karya tulis yang didasarkan pada kegiatan ilmiah, maka penelitian merupakan dasar pijakan dalam penulisan karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah itu hanya dapat dibuat atas dasar penelitian. Dengan kata lain, karya tulis ilmiah (terutama laporan penelitian) merupakan produk yang dihasilkan oleh penelitian; ia merupakan produk primer penelitian dan merupakan “gerbong” terakhir dalam rangkaian panjang penelitian. Oleh karena itu, kebenaran penelitian menjadi dasar kebenaran tulisan ilmiah. Bila penelitian yang dilakukan diwarnai dengan manipulasi, maka tulisan ilmiah yang dihasilkan juga mengandung warna manipulatif. Sebaliknya, kalau penelitian dilakukan dengan prosedur yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka sangat mungkin tulisan yang dihasilkan juga bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Perlu disampaikan bahwa hubungan antara penelitian dengan penulisan karya tulis ilmiah memang tidak selalu simetris (bdk. Yuwana, 2006). Memang benar bahwa ada tulisan ilmiah (baca: laporan penelitian) yang benar-benar mencerminkan pelaksanaan penelitian, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa demikian banyak tulisan ilmiah yang kurang atau berlebihan dalam memotret penelitian. Akibatnya, banyak informasi penting yang terabaikan; atau kebalikannya, banyak informasi tidak penting yang terliput. Pada sisi lain, banyak pula tulisan ilmiah yang diidentifikasi berisi apa yang tidak seharusnya dilaporkan.
Penelitian ilmiah banyak jenisnya; selain penelitian tindakan kelas (PTK) yang saat ini sedang hangat diperbincangkan, ada penelitian dasar (basic research) dan penelitian terapan (applied research), penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (field research), penelitian deskriptif (descriptive researh) dan penelitian eksperimental (experimental research), dll. (Nazir, 2003). Tiap jenis penelitian memiliki kekhususan sehingga jenis penelitian yang satu berbeda dengan jenis penelitian yang lain. Perbedaan jenis penelitian akan berdampak pada perbedaan model karya tulis ilmiah yang dihasilkan. Oleh karena itu, penyusunan laporan penelitian disesuaikan dengan format, model, atau sistematika yang (biasanya) sudah ditentukan oleh pemberi dana atau oleh institusi pelaksana penelitian. Bagian-bagian yang ada dalam sistematika laporan penelitian biasanya sudah sangat jelas tertulis dalam pedoman penyusunan laopran yang disediakan oleh lembaga yang bersangkutan.
Yang penting pada bagian ini adalah penulis karya tulis ilmiah hendaknya memahami dengan baik penelitian yang dilakukan. Pemahaman atas penelitian akan sangat membantu dalam menuliskan hasilnya dalam tulisan ilmiah. Kebalikannya, kesalahan pemahaman atas penelitian akan berakibat pada kesalahan (konseptual) dalam karya tulis ilmiah.


V.Karya Tulis Ilmiah
Sebagai hal yang utama, pembahasan mengenai karya tulis ilmiah ini dirinci menjadi beberapa bagian. Setidaknya, ada empat hal penting yang perlu dibahas, yaitu (1) pengertian, (2) ciri karya tulis ilmiah, (3) ketentuan penulisan, dan (4 penguasaan penulis.

5.1Pengertian
Karya ilmiah atau karangan ilmiah atau karya tulis ilmiah berbeda (dan sering dikontraskan) dengan karya fiksi (nonilmiah). Ketika ditanya, “apakah karya tulis ilmiah itu?”, tidak mudah menjawabnya dengan pengertian yang ringkas. Relatif sulit untuk menarik garis tegas antara karya tulis ilmiah dengan karya tulis nonilmiah (fiksi) karena keduanya merupakan suatu kontinum. Dengan demikian, antara ilmiah dan fiksi terdapat rentang yang panjang di antara batas ekstrem keduanya.
Pengertian karya tulis ilmiah telah dikemukakan oleh beberapa orang. Bratawidjaja (1995 dalam Soeparno, 1997) mengartikan karya ilmiah sebagai suatu karya yang didasarkan pada ilmu pengetahuan yang menyajian fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang benar. Dengan demikian, karya ilmiah itu harus memenuhi syarat dan hukum ilmu pengetahuan dan metode penulisan ilmiah. Dengan bahasa yang lebih ringkas, Soeparno (1997:51) mengartikan karya tulis ilmiah sebagai suatu tulisan yang berisi suatu permasalahan yang diungkapkan dengan metode ilmiah.
Pengertian tersebut mengimplikasikan adanya pengertian lain yang perlu dipahami, yaitu kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah merupakan kegiatan dalam bidang ilmu tertentu yang dikerjakan atas dasar metode ilmiah. Kegiatan ilmiah, yang biasanya disebut penelitian/riset, adalah kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan atau memperoleh kebenaran ilmiah (pengetahuan ilmiah) dan prosesnya didasarkan pada pendekatan yang didukung oleh pemahaman teori. Dalam hal ini, kegiatan ilmiah didasarkan atas ontologi (bidang kajian), epistemologi (cara kerja), dan aksiologi (nilai dan manfaat). Metode ilmiah merupakan cara kerja untuk memperoleh kebenaran yang rasional, logis, dan empiris, serta dapat diverifikasi (diuji ulang).
Hasil kegiatan ilmiah yang disajikan dalam bentuk tertulis menjadi karya tulis ilmiah. Oleh karena itu, sebagaimana yang sudah diuraikan di bagian terdahulu, karya ilmiah ditulis atas dasar kegiatan ilmiah atau penelitian.

5.2Ciri Karya Tulis Ilmiah
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dirumuskan ciri karya tulis ilmiah. Berikut dikutip ciri-ciri karya tulis ilmiah yang telah dirumuskan oleh beberapa ahli.
Menurut Soeparno (1997:51—52), karya tulis ilmiah berciri:
1.mengungkapkan masalah dan pemecahannya secara ilmiah
2.didukung oleh fakta dan data
3.bersifat tepat, lengkap, dan benar
4.pengembangannya dilakukan secara sistematis dan logis
5.bersifat netral (tidak memihak) dan tidak emosional
Bratawidjaja (1995 dalam Soeparno, 1997) memberikan ciri-ciri karya tulis ilmiah sebagai berikut:
1.menyajikan fakta objektif secara sistematis
2.tidak emotif
3.tidak memuat pandangan-pandangan tanpa pendukung
4.ditulis dengan tulus dan memuat kebenaran
5.tidak melebih-lebihkan karena hanya menyajikan kebenaran
Sparringa (2007) memberikan ancangan ciri-ciri penulisan ilmiah yang relatif lebih lengkap, yaitu
1.jernih, tidak mengandung ambiguitas
2.konseptual, tidak “sembarangan”
3.netral, tidak bias, tidak emosional
4.logis, mengikuti ketentuan logika berpikir
5.sistematis, bebas dari logika berpikir internal
6.ekspresif, merupakan ekspresi pikiran dengan bahasa yangbaik dan benar
7.komunikatif, mudah dipahami orang lain (terutama yang sebidang ilmu)
8.etis, sesuai dengan norma intelektual-keilmuan.

5.3Ketentuan Penulisan
Setiap jenis karya tulis ilmiah memiliki format, model, atau sistematika penulisan yang berbeda. Meski demikian, terdapat ketentuan-ketentuan yang bersifat umum. Oleh karena itu, berikut dibahas secara ringkas ketentuan umum yang terdapat dalam hampir setiap karya tulis ilmiah, terutama yang berbentuk laporan penelitian.

5.3.1Ketentuan Umum
Ada beberapa ketentuan umum yang perlu diperhatikan, di antaranya
a.ukuran dan jenis kertas, HVS kuarto atau A-4
b.cara pengetikan, penggunaan huruf, spasi, dll.
c.penggunaan pias (margin)
d.penggunaan nomor halaman (penomoran)

5.3.2 Sistematika
Secara umum, karya tulis ilmiah (baca: laporan penelitian) menggunakan sistematikan dengan memperhatikan urutan berikut.
1.Bagian awal (halaman judul/sampul, halaman pengesahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel [kalau ada], daftar grafik [kalau ada], daftar gambar [kalau ada], daftar lambang/singkatan [kalau ada], dan daftar lampiran)
2.Bagian inti atau tubuh, biasanya dibagi menjadi beberapa bab:
a. Bab I pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, hipotesis (bila diperlukan)
b.Bab II kajian pustaka, mencakup kajian teori, temuan penelitian terdahulu yang relevan, kerangka pemikiran
c.Bab III metode penelitian, mencakupi pendekatan, metode, instrumen, data, lokasi dan waktu penelitian, subjek penelitian, prosedur penelitian
d.Bab IV hasil penelitian dan pembahasan: hasil penelitian, pembahasan
e.Bab V simpulan dan saran, berisi simpulan hasil penelitian dan saran yang bisa disampaikan.
3.Bagian akhir berisi daftar rujukan dan lampiran (contoh: instrumen penelitian, data penelitian, bukti lain pelaksanaan penelitian
(Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2006:20—23).
Bila tulisan ilmiah dibuat pendek, misalnya dalam bentuk artikel ilmiah untuk dipublikasikan melalui jurnal, setidaknya ada 4 hal pokok yang mesti ada dalam karya tulis ilmiah, yaitu masalah (rumusan masalah beserta latar belakangnya), landasan teori atau perspektif teoretis (setidaknya berupa kajian pustaka dari sumber-sumber pustaka yang relevan), analisis (memerlukan data dengan semua penjelasan yang dibutuhkan), dan hasil analisis (berupa simpulan yang diperoleh).


5.3.3 Pengorganisasian
Untuk memudahkan penyusunan (bagi penulis) dan memudahkan pemahaman tulisan (bagi pembaca), tulisan ilmiah perlu diorganisasikan secara baik. Organisasi karya tulis ilmiah merupakan pengaturan bagian-bagian tulisan yang ditandaii dengan pemberian label (nomor) untuk bagian-bagian tersebut.
Ada dua tipe pengorganisasian yang umum dikenal, yaitu (1) tipografi gabungan angka dan huruf dan (2) tipografi kesatuan desimal. Tipografi gabungan angka dan huruf adalah cara penyusunan bagian-bagian tulisan dengan menggunakan secara berurutan dan bergantian antara angka dan huruf; secara berurutan menggunakan angka Romawi (I, II, III, IV, dst.), huruf besar (A, B, C, D, E, dst.), angka (1, 2, 3, 4, dst.), dan huruf kecil (a, b, c, dst.). Tipografi kesatuan desimal merupakan cara menyusun bagian-bagian tulisan dengan menggunakan angka desimal yang menggunakan titik.

5.4Penguasaan Penulis
Seorang penulis karya tulis ilmiah dipersyaratkan menguasai empat hal pokok, yaitu substansi/isi/teori/keilmuan, logika berpikir, kebahasaan, dan teknik penulisan ilmiah

5.4.1 Penguasaan Subtansi Keilmuan
Hal penting yang perlu dikuasai penulis adalah materi/substansi/teori keilmuan yang berkaitan dengan topik yang akan ditulis. Penguasaan materi menjadi dasar penulisan karya tulis ilmiah karena memang substansi inilah yang menjadi gagasan sentral yang akan dikembangkan dalam tulisan. Pendekatan, teori, konsep, dan hal-hal mendasar yang lain dikembangkan berdasarkan disiplin keilmuan. Oleh karena itu, keahlian dan kepakaran seseorang dalam bidang ilmu yang akan ditulis menjadi penting.

5.4.2 Penguasaan Logika
Logika berkaitan dengan struktur berpikir, meliputi
a.alur (melompat-lompat atau tidak)
b.pola (deduktif, induktif, atau gabungan)
c.kelengkapan (premis mayor, minor, konklusi)
d.sistemik (kesesuaian internal)
e.kedalaman pemikiran
f.kompleksitas (simplifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi)

5.4.3 Penguasaan Kebahasaan
Penguasaan kebahasaan menjadi komponen yang penting dalam menulis karya ilmiah. Penguasaan kebahasaan ini meliputi penguasaan ejaan (baku atau tidak), cara penulisan (penggunaan tanda baca), pilihan kata (diksi sesuai dengan konsep), struktur kalimat (lengkap, bukan yang fragmentaris), efisiensi dan efektivitas (padat konsep), pengembangan paragraf, dan wacana.

5.4.4 Penguasaan Teknik Penulisan
Karena karya ilmiah memiliki tata cara tersendiri, penulis perlu menguasai teknik penulisan karya tulis ilmiah. Hal-hal yang perlu dikuasai meliputi
a.tata cara pengutipan (membuat kutipan, sumber, dan kepustakaan)
b.peringkasan gagasan
c.pengintegrasian/hubungan antargagassan
d.pembangunan dan pengembangan argumentasi
e.konsisten
f.gaya penulisan

VI.Penutup
Karena belum terbiasa, menulis menjadi sulit dilakukan. Banyak orang merasa kesulitan ketika harus menulis. Ide-ide yang baik memang banyak, tetapi menuliskan ide itu ke dalam suatu tulisan (apalagi tulisan ilmiah) bukan pekerjaan mudah. Untuk mengatasi hal ini, kita mesti ingat satu hal penting. Menulis itu keterampilan. Siapa pun bisa menulis (karya tulis ilmiah). Apalagi orang-orang terpelajar yang sudah sarjana. Apa kuncinya? Berlatih dan berlatih.
Selamat berlatih.

DAFTAR PUSTAKA


Alwasilah, A. Chaedar. 1994. “Ancangan Kurikulum Dasar: Dorongan agar Siswa Nalar”. Dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II, Kurikulum untuk Abad ke-21. Jakarta: Grasindo.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. 2006. Pedoman Penyusunan Usulan dan Laporan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta.

Keraf, Gorys. 1981. Eksposisi dan Deskripsi. Ende Flores: Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 1983. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.

Keraf, Gorys. 1986. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Cet. ke-9. Ende Flores: Nusa Indah.

Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Tersebar. Jakarta: Gramedia.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rifai, Mien. 1997. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia. Cet. ke-2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soeparno, dkk. 1997. Bahasa Indonesia untuk Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit Ekonosia UII.

Sparringa, Daniel. 2007. “Penulisan Akademik: Sebuah Pengantar”. Makalah untuk kuliah di Program Pascasarjana Unair.

Sugihastuti. 2000. Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suparno dan Mohamad Yunus. 2008. Keterampilan Dasar Menulis. Cet. ke-16. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. 1994. Indonesia antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Yuwana, Setya. 2006. “Laporan Penelitian Tindakan Kelas”. Makalah disajikan dalam Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas bagi Dosen dan Mahasiswa FBS Unesa 29 Desember.

Pengertian Diskusi

BEBERAPA PENGERTIAN

Diskusi: pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah.

Seminar: suatu pertemuan ilmiah atau persidangan untuk membahas suatu masalah (hasil penelitian) di bawah bimbingan ahli (pakar, guru besar, dll.)

Simposium: pertemuan dengan beberapa pembicara mengemukakan pidato singkat tentang topik tertentu atau tentang beberapa aspek dari topik yang sama.

Simposium juga bisa berarti kumpulan pendapat tentang sesuatu, terutama yang dihimpun dan diterbitkan
Simposium bisa diartikan juga sebagai kumpulan konsep yang diajukan oleh beberapa orang atas permintaan suatu panitia

Panel: kelompok pembicara yang dipilih untuk berbicara di diskusi dan menjawab pertanyaan di depan hadirin (penonton, pendengar, dll). Hadirin bisa diberikesempatan untukbertanya atau memberikan pendapat.
Pembicara di diskusi panel disebut panel
Peserta/hadirin disebut panelis.

Debat: suatu diskusi yang diatur, dalam hal ini dua pihak atau lebih yang berbeda pendapat mempersoalkan satu atau beberapa masalah
Debat bisa juga diartikan sebagai pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberikan alas an untuk mempertahankan pendapat masing-masing
Debat yang tidak disertai dengan alasan yang logis disebut debat kusir.

Sarasehan: pertemuan yang diselenggarakan untuk mendengarkan pendapat (prasaran) para ahli mengenai suatu masalah di bidang tertentu
Sarasehan sama dengan simposium

Forum bisa berarti lembaga atau badan
Forum bisa juga berarti sidang
Forum juga bisa diartikan sebagai tempat pertemuan untuk bertukar pikiran secara bebas

Pendahuluan

PENDAHULUAN
Drs. Darsono, M. Si.

Pertanyaan:
1.Apakah bahasa Indonesia masih penting?
2.Mengapa bahasa Indonesia itu penting?

Masih ingatkah dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928?
Ringkasnya:
Pemuda-Pemudi (kerumunan massa pemuda) dari berbagai suku bangsa mengaku:
Bertumpah darah yang satu, tanah (air) Indonesia
Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Intinya:
Berdirinya sebuah negara, mesti melibatkan tiga hal penting tersebut: tanah-air (wilayah geografis), bangsa (rakyat), dan bahasa (budaya).

BAHASA  menjadi bagian dari kebudayaan,
sekaligus sarana ekspresi kebudayaan

Apa kebudayaan itu? Kebudayaan meliputi:
Seluruh kompleks ide-ide
Ilmu pengetahuan
Teknologi
Kesenian
Gaya hidup
Bahasa
Benda-benda hasil ciptaan manusia, dll.

Selain menjadi bagian dari kebudayaan, bahasa merupakan sarana dan sekaligus bentuk ekspresi kebudayaan itu sendiri. Jadi, fungsi bahasa itu sangat penting. Ibaratnya, bahasa menjadi pinti gerbang untuk memasuki kebudayaan suatu bangsa.
BI, Nasionalisme, dan Integrasi Bangsa

BI yang ada dan kita gunakan sekarang ini tidak serta merta ada atau ada sekaligus, tetapi lahir dan berkembang sepanjang sejarah, seiring sejarah perkembangan bangsa.

Kelahiran BI tidak bisa dilepaskan dari muncul dan berkembangnya nasionalisme Indonesia.

BI merupakan “bentuk baru” (diangkat) dari bahasa Melayu.
Alasannya:
Kaidah sederhana
Demokratis
Mampu sebagai bahasa budaya
Telah menjadi lingua franca (bahasa perhubungan untuk kepentingan perdagangan)
Adanya kesadaran penutur bahasa lain

Melalui sumpah pemuda, BI diakui kelahirannya secara politis. Dalam kaitan ini, BI berkedudukan sebagai bahasa nasional dan memiliki fungsi-fungsi berikut.
Lambang identitas nasional
Lambang kebanggaan nasional
Alat penyatuan berbagai suku bangsa
Alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya

Setelah Indonesia merdeka, UUD 1945 memuat pasal yang mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Dengan demikian, kelahiran BI secara yuridis telah diakui sehingga BI berkedudukan sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa negara BI berfungsi sebagai
Bahasa resmi kenegaraan
Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
Bahasa resmi pengembangan kebudayaan nasional dan pemanfaatan IPTEKS
Frans Magnis Suseno (1988) mengatakan
Sebagai bangsa yang yang bukan didasarkan pada kesatuan etnis, yang mempersatukan Indonesia sebagai satu bangsa dan sekaligus negara bukanlah sesuatu yang alamiah. Indonesia “hanya” dipersatukan oleh semangat dan tekad untuk bersama dan bersatu, “tidak kurang, tidak lebih” Tekad itu tumbuh dalam sejarah panjang pengalaman bersama yang sebagian merupakan sejarah penderitaan dan penindasan akibat kolonialisme yang kemudian melahirkan pengalaman perjuangan bersama demi kemerdekaan.

Mari kita perhatikan berbagai fakta berikut!
Timor-Timur telah melepaskan diri dari Indonesia dan sekarang menjadi Republik Demokratik Timor Leste
Aceh tetap dibayangi adanya GAM (Gerakan Aceh Merdeka) meski sekarang telah menjadi Naggroe Aceh Darussalam
Papua juga terus berkecamuk dengan OPM (Organisasi Papua Merdeka)
Maluku pernah dikejutkan dengan RMS (Republik Maluku Selatan)

Pertanyaannya:
Mampukah bahasa Indonesia mengurangi etnosentrisme (sifat yang terlalu mencintai budaya lokal dan menganggap bahwa budaya lokal itu yang paling baik dan paling tinggi, sedang budaya yang lain rendah dan jelek), dan mencegah disintegrasi?

Sebaliknya, mampukah bahasa Indonesia membangun integrasi serta solidaritas nasional (nasionalisme) bangsa Indonesia?

Nasionalisme, antara pluralisme dan multikulturalisme, membutuhkan bahasa Indonesia (common language) sebagai komunikasi. Lalu, di mana posisi bahasa daerah (lokal) dan bahasa Inggris/asing (global)?

---Silakan direnungkan---

Kosa Kata

KOSA KATA
Compose

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kosa kata diartikan perbendaharaan kata. Dengan kata lain, kosa kata berarti semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa.

kata =/= istilah

Perhatikan gambar berikut!


kata






istilah

Istilah merupakan bagian dari kata.
Istilah merupakan kata yang diberi makna khusus.

Kata:
Multimakna
Bergantung pada konteks

Istilah
Satu makna
Tidak bergantung pada konteks

Kata dan istilah (kosa kata) perlu terus dikembangkan.

Pembentukan istilah bisa dilakukan sbb.:

SUMBER yang digunakan:

1. bahasa Indonesia  sekarang
 lama (purba)

2. bahasa daerah/serumpun  sekarang
 lama (purba)

3. bahasa Inggris

4. bahasa lain (Arab, Perancis, Jerman, dll.)

PROSES yang ditempuh:

1.penerjemahan, yaitu menerjemahkan kosa kata (terutama istilah) dari bahasa lain, misalnya:
network  jaringan
balanced budget  anggaran berimbang
medical treatment  pengobatan

2.penyerapan
a. adopsi, yaitu penyerapan secara utuh
novel
program
radio
bank
ceroboh
ruwet
b.adaptasi, yaitu penyerapan yang disertai penyesuaian (lafal, ejaan, dll.), misalnya:
coup  kup
central  sentral
machine  mesin
dental unit  unit dental
variety  varietas
objectivity  objektivitas

3.pengakroniman dan penyingkatan, yaitu membuat singkatan dan akronim, seperti:
ABRI
TNI
PGRI
hansip
raker
rapimnas
pramuka

Istilah serapan hendaknya memenuhi syarat:

konotasi maknanya baik
enak didengar
singkat dan tepat
memudahkan kesepakatan makna

Perhatikan contoh berikut!
amputation amputasi pemotongan
anus anus lubang pantat
dysentery disentri berak darah
horizon horizon kaki langit

Cermati kosa kata di kolom kiri berikut! Bila sudah baku, tulis di kolom kanan. Bila tidak baku, tulis bentuk bakunya!

jadual

kuitansi

komoditi

metode

diagnosa

analisa-sintesa

sistim kridit

komplek

tehnologi

jaman

senen

rabo

november

non migas

pebruari

klimaks

hutang

kwalitas

kreatifitas

objektifitas

kayaknya

nampaknya

panutan

original

mumpung

obyek-subyek

berfikir

nonton

Ragam Ilmiah

BAHASA INDONESIA RAGAM ILMIAH

Penggunaan bahasa (Indonesia) dalam komunikasi dipengaruhi (dan ditentukan) oleh berbagai aspek:
Komunikator (yang berbicara/pembicara)
Komunikan (yang diajak berbicara/pendengar)
Topik
Situasi
Tujuan
Sarana, dll.

Dengan kata lain, penggunaan bahasa dalam komunikasi tidak bersifat seragam (hanya bahasa Indonesia baku, misalnya), tetapi bervariasi (banyak ragam) sesuai dengan konteks berbahasa.

Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang dipengaruhi oleh konteks penggunaan bahasa.


Oleh karena itu, dikenal adanya
bahasa Indonesia yang baik dan benar

Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisi berbahasa.

Bahasa Indonesia yang benar adalah BI yang sesuai dengan kaidah/aturan bahasa Indonesia.

Kaidah BI itu bisa:
Kaidah/tata ejaan (EYD)
Kaidah/tata bunyi (fonologi BI)
Kaidah/tata kata (morfologi BI)
Kaidah/tata kalimat (sintaksis BI)
Kaidah/tata paragraf dan wacana BI
Kaidah/tata makna (semantik)

Bisa terjadi, penggunaan:
BI yang baik, tetapi tidak benar
BI yang benar, tetapi tidak baik
BI yang tidak baik dan tidak benar
BI yang baik dan benar

Salah satu konteks penggunaan BI adalah perguruan tinggi/kampus sebagai masyarakat ilmiah. Dunia akademik yang ada di kampus menuntut mahasiswa (dan dosen) untuk menggunakan BI ragam ilmiah untuk kepentingan penulisan akademik (academic writing) atau penulisan karya ilmiah.

Karya ilmiah yang memaparkan fakta, konsep, prinsip, teori, atau gabungan antara fakta-konsep-teori-prinsip itu secara ilmiah membutuhkan bahasa Indonesia ragam ilmiah.

BI ragam ilmiah ini berciri:
1.cendekia: BI mampu digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis dengan pernyataan yang tepat dan cermat
2.lugas dan jelas: BI mampu menyampaikan gagasan ilmiah secara apa adanya dan jelas
3.menghindari kalimat fragmentaris: kalimat-kalimat yang ditulis hendaknya utuh/lengkap gagasannya, bukan fragmentaris/sepotong-sepotong.
4.bertolak dari gagasan: mengutamakan gagasan, bukan subjek/penulisnya
5.formal dan objektif: pengungkapan gagasan dilakukan secara formal (resmi) dan objektif (menghindari subjektivitas)
6.ringkas dan padat: gagasan ditulis seringkas dan sepadat mungkin, padat-ide, padat-konsep, tidak banyak uraian yang tidak penting
7.konsisten: dari awal sampai akhir bersifat taat asas