Mengenai Saya

selamat datang di blog materi kuliah kesehattan lingkungan,, blog ini berisi tentang materi-materi kuliah yang ada di jurusan kesehatan lingkungan dan bertujuan mempermudah mahasiswa kesehatan lingkungan dalam mencari materi-materi kuliah. semoga blog ini bermanfaat bagi yang membaca, khususnya bagi mahasiswa kesehatan lingkungan sendiri..

Sabtu, 27 November 2010

Penulisan Karya Ilmiah

DASAR-DASAR PENULISAN KARYA ILMIAH1

Oleh: Darsono2


I.Pengantar
Profesionalisme guru yang didengungkan sejak digulirkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menuntut guru untuk memiliki kompetensi profesional di samping kompetensi pedagogik, sosial, dan kepribadian. Kompetensi profesional itu ditandai dengan penguasaan akademik atas bidang ilmu yang digeluti yang dispesialisasikan sejak menempuh studi jenjang diploma (D-4) atau sarjana (S-1). Untuk mencapai kompetensi ini, kemampuan baca-tulis menjadi persyaratan utama karena pengembangan keilmuan memang dilakukan melalui media cetak. Dengan kata lain, seorang guru profesional yang menguasai kompetensi akademik dituntut memiliki kemampuan membaca dan menulis yang baik, terutama membaca dan menulis karya ilmiah. Persoalannya, bagi sebagian besar bangsa Indonesia, membaca dan menulis itu belum menjadi kebiasaan, apalagi kebudayaan, sehingga membaca dan menulis itu menjadi kesulitan tersendiri ketika menjadi kewajiban yang harus dikerjakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Chaedar Alwasilah (1994:127—134) terhadap mahasiswa dari Indonesia yang sedang studi di Amerika Serikat menghasilkan temuan yang layak dicermati. Salah satu temuannya menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa Indonesia mengalami kesulitan utama dalam hal menulis paper (makalah), presentasi di depan kelas, dan diskusi. Selain itu, ketika menyajikan makalah, mahasiswa kita kurang percaya diri dan kurang mampu memaparkan bukti-bukti pendukung gagasan (Alwasilah, 1994:129). Mengapa demikian? Hal ini ternyata berkaitan dengan pembelajaran di sekolah-sekolah Indonesia. Para siswa kita tidak diasah atau diajari kemampuan bernalar dan berpikir kritis, yaitu kemampuan berpikir netral, objektif, beralasan atau logis, dan haus akan kejelasan dan ketepatan. Para siswa kita juga tidak (kurang) dibiasakan menganalisis argumentasi secara cermat, mencari bukti-bukti yang sahih, dan menghasilkan simpulan yang mantap. Padahal, kemampuan tersebut merupakan kunci penting dalam kegiatan ilmiah dan penulisan karya tulis ilmiah.
Kurangnya pembelajaran nalar mengakibatkan kurangnya keterampilan berpikir kritis (critical thinking). Ini bisa dilihat dari produktivitas baca-tulis wacana ilmiah-kritis yang relatif rendah. Salah satu penandanya ialah rendahnya buku-buku ilmiah yang diterbitkan, misalnya bila dibandingkan dengan Malaysia. Membaca dan menulis kritis menjadi barang langka. Akibatnya, menulis ilmiah menjadi pekerjaan yang sulit dan bahkan menjadi “momok” yang menakutkan, misalnya bagi mahasiswa yang akan menulis skripsi atau bagi guru yang dituntut menulis untuk kenaikan pangkat/jabatan.
Menulis menjadi pekerjaan sulit bagi sebagian besar orang Indonesia, termasuk orang-orang yang terpelajar. Menurut Teeuw (1994:39), bangsa Indonesia memang terbiasa dengan tradisi lisan atau kelisanan (orality), sedangkan pola kehidupan masyarakat yang menghayati kebudayaan tulis (interiorization of print culture) atau keberaksaraan (written/literacy) tidak pernah dilalui secara mendalam. Ditambah dengan muncul dan berkembangnya teknologi elektronik (audio-visual) secara pesat, baca-tulis semakin jauh dari kebiasaan hidup. Kelisanan ini menghasilkan the oral state of mind yang dicirikan dengan besarnya peran mulut dan telinga. Keberaksaraan menghasilkan the literate state of mind, yang dicirikan (salah satunya) dengan pentingnya peran mata, adanya keterpisahan, menguatnya individualitas, dan tumbuhnya sikap kritis dan pemikiran logis yang mendalam.
Kehadiran karya tulis ilmiah, dalam konteks pelatihan ini, setidaknya bisa dilihat dari dua kepentingan, yaitu kepentingan praktis dan kepentingan ilmiah (teoretis). Berkaitan dengan kepentingan praktis, karya tulis ilmiah diperlukan untuk pengumpulan angka kredit, kenaikan pangkat/jabatan akademik, dan pada akhirnya untuk sertifikasi dalam jabatan guru (dan dosen). Dari sisi ini, kelahiran karya tulis ilmiah tampak secara praktis bersinggungan langsung dengan kehidupan (sosial dan ekonomi). Sebagai kepentingan ilmiah, secara teoretis kelahiran karya tulis ilmiah diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam dunia akademik. Sisi ini sangat penting karena beberapa alasan: (1) melalui tulisan, sebuah gagasan memperoleh kesempatan untuk diuji oleh orang lain, (2) dengan cara itu, gagasan dapat dikembangkan, baik oleh penulisnya sendiri maupun orang lain sehingga menjadi pengetahuan umum yang bersifat kumulatif, dan (3) penulisan merupakan institusi tersendiri yang di dalamnya sistem penghargaan (reward) dalam praktik keilmuan dilembagakan (Sparringa, 2007).

II.Menulis sebagai Keterampilan
Dalam ilmu kebahasaan, menulis dipandang sebagai suatu keterampilan. Terdapat empat keterampilan berbahasa yang saling berhubungan, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Karena saling berhubungan, keempat keterampilan berbahasa tersebut disebut catur tunggal (Tarigan, 1986), yaitu bahwa keempat keterampilan tersebut saling berhubungan sehingga menjadi sebuah kesatuan.
Sebagaimana diuraikan di atas, menulis dipandang sebagai keterampilan yang paling sulit karena kuatnya tradisi lisan dan tidak tumbuhnya kebiasaan baca-tulis. Meski demikian, bukan berarti bahwa menulis itu tidak bisa dilakukan. Sebagai sebuah keterampilan, menulis bisa diajarkan dan dilatihkan kepada siapa pun. Artinya, keterampilan menulis itu bisa ditumbuhkan dalam diri seseorang melalui kegiatan pembelajaran. Dengan asumsi yang demikian, maka setiap individu diasumsikan memiliki potensi untuk menulis dan potensi itu bisa dikembangkan melalui pembelajaran atau pelatihan.
Sebagai sebuah keterampilan, menulis membutuhkan langkah-langkah atau tahapan tertentu sehingga menulis dipandang sebagai proses (Barrs, 1983 dalam Suparno dan Yunus, 2008). Proses menulis meliputi tiga fase, yaitu prapenulisan, penulisan, dan pascapenulisan. Pada fase prapenulisan, aktivitas yang dilakukan meliputi menentukan topik, mempertimbangkan maksud dan tujuan penulisan, memperhatikan sasaran (pembaca), mengumpulkan informasi pendukung, dan mengorganisasikan ide dan informasi menjadi kerangka karangan. Pada fase penulisan, penulis mengembangkan butir-butir yang terdapat dalam kerangka karangan. Pada tahap pascapenulisan yang merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan buram mencakupi kegiatan penyuntingan dan perevisian.
Menulis juga membutuhkan penalaran. Agar tulisan yang dihasilkan jelas, logis, runtut, jujur, dan mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca, diperlukan penalaran. Yang dimaksudkan dengan penalaran adalah proses berpikir untuk menghubung-hubungkan atau membuat kaitan antara bukti, fakta, petunjuk, atau sesuatu yang dianggap bukti, menuju pada simpulan (Keraf, 1984; Moeliono, 1989). Dengan demikian, penalaran merupakan proses berpikir yang sistematis dan logis untuk memperoleh simpulan. Penalaran bisa dilakukan dengan cara induktif, deduktif, maupun gabungan keduanya. Kesalahan penalaran akan menimbulkan kekacauan isi tulisan.


III.Mengenal Bentuk/Ragam Wacana
Pengembangan gagasan ke dalam tulisan dapat dilakukan dengan memilih bentuk atau ragam wacana (baca: tulisan) yang sesuai. Mengacu ke Gorys Keraf (1981; 1983), ragam wacana bisa dibedakan atas eksposisi, deskripsi, argumentasi, narasi, dan persuasi. Kelima bentuk wacana ini menjadi dasar pengembangan tulisan lebih lanjut. Oleh karena itu, keterampilan menulis lima bentuk wacana tersebut penting dalam pengembangan kemampuan menulis karya tulis ilmiah. Pemilihan bentuk/ragam wacana/tulisan disesuaikan dengan isi/substansi yang hendak disampaikan.
Deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu (tempat, suasana/situasi) berdasarkan kesan-kesan dari (hasil) pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya. Sasarannya adalah menciptakan kembali atau menghadirkan kembali kesan-kesan yang dialami penulis ke pembaca. Dengan demikian, deskripsi yang baik adalah deskripsi yang bisa menciptakan imajinasi pembaca seolah-olah pembaca mengamati, mengalami, dan merasakan sendiri sebagaimana yang diamati, dialami, dan dirasakan penulisnya.
Narasi adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Tulisan narasi bertujuan memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai proses terjadinya suatu peristiwa, meliputi tahap, langkah, urutan, atau rangkaian kejadian. Narasi tidak hanya digunakan dalam karya fiksi (cerpen, novel, drama), tetapi juga digunakan untuk menyampaikan gagasan dalam tulisan ilmiah (nonfiksi).
Eksposisi merupakan ragam wacana yang dimaksudkan untuk menjelaskan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu (fenomena, fakta, konsep, teori) sehingga dapat menambah dan memperluas pandangan dan pengetahuan pembaca. Tulisan eksposisi hanya dimaksudkan untuk menginformasikan atau menerangkan, bukan mempengaruhi pikiran, sikap, dan perilaku pembacanya.
Argumentasi merupakan ragam wacana yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca tentang kebenaran informasi yang disampaikan. Untuk meyakinkan pembaca, penulis biasanya menyajikan pikiran-pikirannya secara cermat, logis, kritis, sistematis, dan objektif. Untuk memperkuat alasan-alasan (argumentasi) logis-rasional yang dikembangkan, penulis argumentasi juga memasukkan data, bukti, dan pendukung lainnya yang sesuai. Dengan demikian, argumentasi yang dibangun bisa diterima dan diyakini oleh pembaca.
Persuasi merupakan ragam wacana yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap, pandangan, pendapat, dan perilaku pembaca dengan lebih menggunakan pendekatan emosional. Berbeda dengan argumentasi yang lebih bersifat rasional-objektif, penggunaan data dan bukti dalam tulisan persuasi sering dimanipulasi atau dilebih-lebihkan, sebagaimana tampak dalam iklan, propaganda, kampanye, dan tulisan-tulisan lain yang sejenis.
Sebuah tulisan bisa menggunakan berbagai ragam tersebut secara variatif. Ini berarti bahwa dalam sebuah tulisan bisa digunakan lebih dari satu ragam wacana, meski tetap ada salah satu ragam wacana yang menonjol. Variasi penggunaan berbagai ragam ke dalam satu tulisan secara tepat akan menjadikan tulisan lebih menarik dan enak untuk dibaca.


IV.Penelitian sebagai Dasar Penulisan Ilmiah
Sebagai karya tulis yang didasarkan pada kegiatan ilmiah, maka penelitian merupakan dasar pijakan dalam penulisan karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah itu hanya dapat dibuat atas dasar penelitian. Dengan kata lain, karya tulis ilmiah (terutama laporan penelitian) merupakan produk yang dihasilkan oleh penelitian; ia merupakan produk primer penelitian dan merupakan “gerbong” terakhir dalam rangkaian panjang penelitian. Oleh karena itu, kebenaran penelitian menjadi dasar kebenaran tulisan ilmiah. Bila penelitian yang dilakukan diwarnai dengan manipulasi, maka tulisan ilmiah yang dihasilkan juga mengandung warna manipulatif. Sebaliknya, kalau penelitian dilakukan dengan prosedur yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka sangat mungkin tulisan yang dihasilkan juga bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Perlu disampaikan bahwa hubungan antara penelitian dengan penulisan karya tulis ilmiah memang tidak selalu simetris (bdk. Yuwana, 2006). Memang benar bahwa ada tulisan ilmiah (baca: laporan penelitian) yang benar-benar mencerminkan pelaksanaan penelitian, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa demikian banyak tulisan ilmiah yang kurang atau berlebihan dalam memotret penelitian. Akibatnya, banyak informasi penting yang terabaikan; atau kebalikannya, banyak informasi tidak penting yang terliput. Pada sisi lain, banyak pula tulisan ilmiah yang diidentifikasi berisi apa yang tidak seharusnya dilaporkan.
Penelitian ilmiah banyak jenisnya; selain penelitian tindakan kelas (PTK) yang saat ini sedang hangat diperbincangkan, ada penelitian dasar (basic research) dan penelitian terapan (applied research), penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (field research), penelitian deskriptif (descriptive researh) dan penelitian eksperimental (experimental research), dll. (Nazir, 2003). Tiap jenis penelitian memiliki kekhususan sehingga jenis penelitian yang satu berbeda dengan jenis penelitian yang lain. Perbedaan jenis penelitian akan berdampak pada perbedaan model karya tulis ilmiah yang dihasilkan. Oleh karena itu, penyusunan laporan penelitian disesuaikan dengan format, model, atau sistematika yang (biasanya) sudah ditentukan oleh pemberi dana atau oleh institusi pelaksana penelitian. Bagian-bagian yang ada dalam sistematika laporan penelitian biasanya sudah sangat jelas tertulis dalam pedoman penyusunan laopran yang disediakan oleh lembaga yang bersangkutan.
Yang penting pada bagian ini adalah penulis karya tulis ilmiah hendaknya memahami dengan baik penelitian yang dilakukan. Pemahaman atas penelitian akan sangat membantu dalam menuliskan hasilnya dalam tulisan ilmiah. Kebalikannya, kesalahan pemahaman atas penelitian akan berakibat pada kesalahan (konseptual) dalam karya tulis ilmiah.


V.Karya Tulis Ilmiah
Sebagai hal yang utama, pembahasan mengenai karya tulis ilmiah ini dirinci menjadi beberapa bagian. Setidaknya, ada empat hal penting yang perlu dibahas, yaitu (1) pengertian, (2) ciri karya tulis ilmiah, (3) ketentuan penulisan, dan (4 penguasaan penulis.

5.1Pengertian
Karya ilmiah atau karangan ilmiah atau karya tulis ilmiah berbeda (dan sering dikontraskan) dengan karya fiksi (nonilmiah). Ketika ditanya, “apakah karya tulis ilmiah itu?”, tidak mudah menjawabnya dengan pengertian yang ringkas. Relatif sulit untuk menarik garis tegas antara karya tulis ilmiah dengan karya tulis nonilmiah (fiksi) karena keduanya merupakan suatu kontinum. Dengan demikian, antara ilmiah dan fiksi terdapat rentang yang panjang di antara batas ekstrem keduanya.
Pengertian karya tulis ilmiah telah dikemukakan oleh beberapa orang. Bratawidjaja (1995 dalam Soeparno, 1997) mengartikan karya ilmiah sebagai suatu karya yang didasarkan pada ilmu pengetahuan yang menyajian fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang benar. Dengan demikian, karya ilmiah itu harus memenuhi syarat dan hukum ilmu pengetahuan dan metode penulisan ilmiah. Dengan bahasa yang lebih ringkas, Soeparno (1997:51) mengartikan karya tulis ilmiah sebagai suatu tulisan yang berisi suatu permasalahan yang diungkapkan dengan metode ilmiah.
Pengertian tersebut mengimplikasikan adanya pengertian lain yang perlu dipahami, yaitu kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah merupakan kegiatan dalam bidang ilmu tertentu yang dikerjakan atas dasar metode ilmiah. Kegiatan ilmiah, yang biasanya disebut penelitian/riset, adalah kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan atau memperoleh kebenaran ilmiah (pengetahuan ilmiah) dan prosesnya didasarkan pada pendekatan yang didukung oleh pemahaman teori. Dalam hal ini, kegiatan ilmiah didasarkan atas ontologi (bidang kajian), epistemologi (cara kerja), dan aksiologi (nilai dan manfaat). Metode ilmiah merupakan cara kerja untuk memperoleh kebenaran yang rasional, logis, dan empiris, serta dapat diverifikasi (diuji ulang).
Hasil kegiatan ilmiah yang disajikan dalam bentuk tertulis menjadi karya tulis ilmiah. Oleh karena itu, sebagaimana yang sudah diuraikan di bagian terdahulu, karya ilmiah ditulis atas dasar kegiatan ilmiah atau penelitian.

5.2Ciri Karya Tulis Ilmiah
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dirumuskan ciri karya tulis ilmiah. Berikut dikutip ciri-ciri karya tulis ilmiah yang telah dirumuskan oleh beberapa ahli.
Menurut Soeparno (1997:51—52), karya tulis ilmiah berciri:
1.mengungkapkan masalah dan pemecahannya secara ilmiah
2.didukung oleh fakta dan data
3.bersifat tepat, lengkap, dan benar
4.pengembangannya dilakukan secara sistematis dan logis
5.bersifat netral (tidak memihak) dan tidak emosional
Bratawidjaja (1995 dalam Soeparno, 1997) memberikan ciri-ciri karya tulis ilmiah sebagai berikut:
1.menyajikan fakta objektif secara sistematis
2.tidak emotif
3.tidak memuat pandangan-pandangan tanpa pendukung
4.ditulis dengan tulus dan memuat kebenaran
5.tidak melebih-lebihkan karena hanya menyajikan kebenaran
Sparringa (2007) memberikan ancangan ciri-ciri penulisan ilmiah yang relatif lebih lengkap, yaitu
1.jernih, tidak mengandung ambiguitas
2.konseptual, tidak “sembarangan”
3.netral, tidak bias, tidak emosional
4.logis, mengikuti ketentuan logika berpikir
5.sistematis, bebas dari logika berpikir internal
6.ekspresif, merupakan ekspresi pikiran dengan bahasa yangbaik dan benar
7.komunikatif, mudah dipahami orang lain (terutama yang sebidang ilmu)
8.etis, sesuai dengan norma intelektual-keilmuan.

5.3Ketentuan Penulisan
Setiap jenis karya tulis ilmiah memiliki format, model, atau sistematika penulisan yang berbeda. Meski demikian, terdapat ketentuan-ketentuan yang bersifat umum. Oleh karena itu, berikut dibahas secara ringkas ketentuan umum yang terdapat dalam hampir setiap karya tulis ilmiah, terutama yang berbentuk laporan penelitian.

5.3.1Ketentuan Umum
Ada beberapa ketentuan umum yang perlu diperhatikan, di antaranya
a.ukuran dan jenis kertas, HVS kuarto atau A-4
b.cara pengetikan, penggunaan huruf, spasi, dll.
c.penggunaan pias (margin)
d.penggunaan nomor halaman (penomoran)

5.3.2 Sistematika
Secara umum, karya tulis ilmiah (baca: laporan penelitian) menggunakan sistematikan dengan memperhatikan urutan berikut.
1.Bagian awal (halaman judul/sampul, halaman pengesahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel [kalau ada], daftar grafik [kalau ada], daftar gambar [kalau ada], daftar lambang/singkatan [kalau ada], dan daftar lampiran)
2.Bagian inti atau tubuh, biasanya dibagi menjadi beberapa bab:
a. Bab I pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, hipotesis (bila diperlukan)
b.Bab II kajian pustaka, mencakup kajian teori, temuan penelitian terdahulu yang relevan, kerangka pemikiran
c.Bab III metode penelitian, mencakupi pendekatan, metode, instrumen, data, lokasi dan waktu penelitian, subjek penelitian, prosedur penelitian
d.Bab IV hasil penelitian dan pembahasan: hasil penelitian, pembahasan
e.Bab V simpulan dan saran, berisi simpulan hasil penelitian dan saran yang bisa disampaikan.
3.Bagian akhir berisi daftar rujukan dan lampiran (contoh: instrumen penelitian, data penelitian, bukti lain pelaksanaan penelitian
(Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2006:20—23).
Bila tulisan ilmiah dibuat pendek, misalnya dalam bentuk artikel ilmiah untuk dipublikasikan melalui jurnal, setidaknya ada 4 hal pokok yang mesti ada dalam karya tulis ilmiah, yaitu masalah (rumusan masalah beserta latar belakangnya), landasan teori atau perspektif teoretis (setidaknya berupa kajian pustaka dari sumber-sumber pustaka yang relevan), analisis (memerlukan data dengan semua penjelasan yang dibutuhkan), dan hasil analisis (berupa simpulan yang diperoleh).


5.3.3 Pengorganisasian
Untuk memudahkan penyusunan (bagi penulis) dan memudahkan pemahaman tulisan (bagi pembaca), tulisan ilmiah perlu diorganisasikan secara baik. Organisasi karya tulis ilmiah merupakan pengaturan bagian-bagian tulisan yang ditandaii dengan pemberian label (nomor) untuk bagian-bagian tersebut.
Ada dua tipe pengorganisasian yang umum dikenal, yaitu (1) tipografi gabungan angka dan huruf dan (2) tipografi kesatuan desimal. Tipografi gabungan angka dan huruf adalah cara penyusunan bagian-bagian tulisan dengan menggunakan secara berurutan dan bergantian antara angka dan huruf; secara berurutan menggunakan angka Romawi (I, II, III, IV, dst.), huruf besar (A, B, C, D, E, dst.), angka (1, 2, 3, 4, dst.), dan huruf kecil (a, b, c, dst.). Tipografi kesatuan desimal merupakan cara menyusun bagian-bagian tulisan dengan menggunakan angka desimal yang menggunakan titik.

5.4Penguasaan Penulis
Seorang penulis karya tulis ilmiah dipersyaratkan menguasai empat hal pokok, yaitu substansi/isi/teori/keilmuan, logika berpikir, kebahasaan, dan teknik penulisan ilmiah

5.4.1 Penguasaan Subtansi Keilmuan
Hal penting yang perlu dikuasai penulis adalah materi/substansi/teori keilmuan yang berkaitan dengan topik yang akan ditulis. Penguasaan materi menjadi dasar penulisan karya tulis ilmiah karena memang substansi inilah yang menjadi gagasan sentral yang akan dikembangkan dalam tulisan. Pendekatan, teori, konsep, dan hal-hal mendasar yang lain dikembangkan berdasarkan disiplin keilmuan. Oleh karena itu, keahlian dan kepakaran seseorang dalam bidang ilmu yang akan ditulis menjadi penting.

5.4.2 Penguasaan Logika
Logika berkaitan dengan struktur berpikir, meliputi
a.alur (melompat-lompat atau tidak)
b.pola (deduktif, induktif, atau gabungan)
c.kelengkapan (premis mayor, minor, konklusi)
d.sistemik (kesesuaian internal)
e.kedalaman pemikiran
f.kompleksitas (simplifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi)

5.4.3 Penguasaan Kebahasaan
Penguasaan kebahasaan menjadi komponen yang penting dalam menulis karya ilmiah. Penguasaan kebahasaan ini meliputi penguasaan ejaan (baku atau tidak), cara penulisan (penggunaan tanda baca), pilihan kata (diksi sesuai dengan konsep), struktur kalimat (lengkap, bukan yang fragmentaris), efisiensi dan efektivitas (padat konsep), pengembangan paragraf, dan wacana.

5.4.4 Penguasaan Teknik Penulisan
Karena karya ilmiah memiliki tata cara tersendiri, penulis perlu menguasai teknik penulisan karya tulis ilmiah. Hal-hal yang perlu dikuasai meliputi
a.tata cara pengutipan (membuat kutipan, sumber, dan kepustakaan)
b.peringkasan gagasan
c.pengintegrasian/hubungan antargagassan
d.pembangunan dan pengembangan argumentasi
e.konsisten
f.gaya penulisan

VI.Penutup
Karena belum terbiasa, menulis menjadi sulit dilakukan. Banyak orang merasa kesulitan ketika harus menulis. Ide-ide yang baik memang banyak, tetapi menuliskan ide itu ke dalam suatu tulisan (apalagi tulisan ilmiah) bukan pekerjaan mudah. Untuk mengatasi hal ini, kita mesti ingat satu hal penting. Menulis itu keterampilan. Siapa pun bisa menulis (karya tulis ilmiah). Apalagi orang-orang terpelajar yang sudah sarjana. Apa kuncinya? Berlatih dan berlatih.
Selamat berlatih.

DAFTAR PUSTAKA


Alwasilah, A. Chaedar. 1994. “Ancangan Kurikulum Dasar: Dorongan agar Siswa Nalar”. Dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II, Kurikulum untuk Abad ke-21. Jakarta: Grasindo.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. 2006. Pedoman Penyusunan Usulan dan Laporan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta.

Keraf, Gorys. 1981. Eksposisi dan Deskripsi. Ende Flores: Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 1983. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.

Keraf, Gorys. 1986. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Cet. ke-9. Ende Flores: Nusa Indah.

Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Tersebar. Jakarta: Gramedia.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rifai, Mien. 1997. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia. Cet. ke-2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soeparno, dkk. 1997. Bahasa Indonesia untuk Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit Ekonosia UII.

Sparringa, Daniel. 2007. “Penulisan Akademik: Sebuah Pengantar”. Makalah untuk kuliah di Program Pascasarjana Unair.

Sugihastuti. 2000. Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suparno dan Mohamad Yunus. 2008. Keterampilan Dasar Menulis. Cet. ke-16. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. 1994. Indonesia antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Yuwana, Setya. 2006. “Laporan Penelitian Tindakan Kelas”. Makalah disajikan dalam Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas bagi Dosen dan Mahasiswa FBS Unesa 29 Desember.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar