Mengenai Saya

selamat datang di blog materi kuliah kesehattan lingkungan,, blog ini berisi tentang materi-materi kuliah yang ada di jurusan kesehatan lingkungan dan bertujuan mempermudah mahasiswa kesehatan lingkungan dalam mencari materi-materi kuliah. semoga blog ini bermanfaat bagi yang membaca, khususnya bagi mahasiswa kesehatan lingkungan sendiri..

Sabtu, 01 Januari 2011

Keanekaragaman Hayati, Fauna

Praktikum : Keanekaragaman Hayati, Fauna
Tempat : Kebun Binatang Purwodadi AD
Kerajaan : Plantae
Divisio : Sphenophyta
Kelas : Equisetopsida
Ordo : Equisetales
Familia : Equisetaceae
Genus : Equisetum
Nama paku ekor kuda merujuk pada segolongan kecil tumbuhan (sekitar 20 spesies) yang umumnya herba kecil dan semua masuk dalam genus Equisetum (dari equus yang berarti "kuda" dan setum yang berarti "rambut tebal" dalam bahasa Latin). Anggota-anggotanya dapat dijumpai di seluruh dunia kecuali Antartika. Di kawasan Malesia (Indonesia termasuk di dalamnya) hanya dijumpai satu spesies saja, E. debile Roxb. (Melayu: "rumput betung", Sunda: "tataropongan", Jawa: "petongan"). Kalangan taksonomi masih memperdebatkan apakah ekor kuda merupakan divisio tersendiri, Equisetophyta (atau Sphenophyta), atau suatu kelas dari Pteridophyta, Equisetopsida (atau Sphenopsida). Hasil analisis molekular menunjukkan kedekatan hubungan dengan Marattiopsida.
Semua anggota paku ekor kuda bersifat tahunan, terna berukuran kecil (tinggi 0.2-1.5 m), meskipun beberapa anggotanya (hidup di Amerika Tropik) ada yang bisa tumbuh mencapai 6-8 m (E. giganteum dan E. myriochaetum).
Batang tumbuhan ini berwarna hijau, beruas-ruas, berlubang di tengahnya, berperan sebagai organ fotosintetik menggantikan daun. Batangnya dapat bercabang. Cabang duduk mengitari batang utama. Batang ini banyak mengandung silika. Ada kelompok yang batangnya bercabang-cabang dalam posisi berkarang dan ada yang bercabang tunggal. Daun pada semua anggota tumbuhan ini tidak berkembang baik, hanya menyerupai sisik yang duduk berkarang menutupi ruas. Spora tersimpan pada struktur berbentuk gada yang disebut strobilus (jamak strobili) yang terletak pada ujung batang (apical). Pada banyak spesies (misalnya E. arvense), batang penyangga strobilus tidak bercabang dan tidak berfotosintesis (tidak berwarna hijau) serta hanya muncul segera setelah musim salju berakhir. Jenis-jenis lain tidak memiliki perbedaan ini (batang steril mirip dengan batang pendukung strobilus), misalnya E. palustre dan E. debile.
Spora yang dihasilkan paku ekor kuda umumnya hanya satu macam (homospor) meskipun spora yang lebih kecil pada E. arvense tumbuh menjadi protalium jantan. Spora keluar dari sporangium yang tersusun pada strobilus. Sporanya berbeda dengan spora paku-pakuan karena memiliki empat "rambut" yang disebut elater. Elater berfungsi sebagai pegas untuk membantu pemencaran spora.
Paku ekor kuda menyukai tanah yang basah, baik berpasir maupun berlempung, beberapa bahkan tumbuh di air (batang yang berongga membantu adaptasi pada lingkungan ini). E.arvense dapat tumbuh menjadi gulma di ladang karena rimpangnya yang sangat dalam dan menyebar luas di tanah. Herbisida pun sering tidak berhasil mematikannya. Di Indonesia, rumput betung (E. debile) digunakan sebagai sikat untuk mencuci dan campuran obat.
Pada masa lalu, kira-kira pada zaman Karbonifer, paku ekor kuda purba dan kerabatnya (Calamites, dari divisio yang sama, sekarang sudah punah) mendominasi hutan-hutan di bumi. Beberapa spesies dapat tumbuh sangat besar, mencapai 30 m, seperti ditunjukkan pada fosil-fosil yang ditemukan pada deposit batu bara. Batu bara dianggap sebagai sisa-sisa serasah dari hutan purba ini yang telah membatu.
Tumbuh ditempat terbuka atau sedikit ternaungi, berkumpul pada tanah lembah berpasir dan berbatu-batu yang banyak digenangi air, sepanjang aliran air di pegunungan, tepi sungai, selokan atau di rawa-rawa. Herba ini dapat ditemukan dari 300-2.700 m dpl. Tanaman pakuan yang tumbuh tegak atau tumbuh ke atas diantara tumbuhan lain, tinggi sekitar 1 m. Pangkal kadang merayap, ujung berjuntai, batang agak lemas, berongga dengan diameter 2-10 mm, bergaris-garis, beruas panjang. Cabang-cabang berkarang keluar dari buku-bukunya, selalu hijau dengan akar rimpang yang merayap. Daun keluar di atas buku, tersusun berkarang, kecil, lancip, berbentuk sisik dan merupakan sebuah kelopak tipis. Kantong spora terletak di ujung batang, berupa bulir, panjang 1-2,5 cm bentuknya lonjong dengan ujung yang tajam. Daun spora berbentuk perisai segi enam, bertangkai, di tengah-tengah berangkai dan susunannya berkeliling. Perbanyakan dengan spora.
Penyakit Yang Dapat Diobati antara lain:

* Radang mata merah (acute conjunctivitis).
* Radang saluran air mata (ductus lacrimalis).
* Menghambat pembentukan selaput pada mata (pterygium).
* Influenza, demam.
* Diare, radang usus.
* Hepatitis.
* Kencing berdarah (hematuria), berak darah, darah haid banyak.
* Kencing kurang lancar, bengkak (edema).
* Tulang patah, rematik.
* Wasir (hemorrhoid).
Pemanfaatan
BAGIAN YANG DIPAKAI: Seluruh herba. Tanaman dicuci bersih, dipotong-potong seperlunya. Jemur untuk disimpan.
PEMAKAIAN:
Untuk minum: 10-15 g herba kering, rebus. Pemakaian luar: Dibuat parem.
Digunakan untuk sakit pada persendian, digosokkan pada anak untuk
memperkuat anggota gerak dan obat luka.
CARA PEMAKAIAN:
1. Tulang patah:
Bila kedudukan tulang baik, ambil 2 batang herba segar
seutuhnya, dicuci lalu ditumbuk halus, remas dengan air garam
secukupnya. Ramuan ini dipakai untuk menurap bagian yang cedera, lalu
dibalut. Diganti 2 kali sehari.
2. Hepatitis,
wasir: 30 g herba,greges otot direbus, minum sebagai teh.
3. Acute conjunctivitis, radang mata:
Greges otot, biji boroco (Celosia argentea L.), bunga chrysant
(Chrysanthemum indicum), kulit sejenis jangkrik (Cryptotympana atrata =
cicada), masing-masing 10 g, rebus. Setelah dingin disaring, minum.

4.Rematik:
15 g herba kering dan sebutir asam (Tamarindus indica) direbus
dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin
disaring, minum pagi dan sore hari, sampai sembuh.
5. Wasir:
30 g herba segar greges otot dicuci bersih lalu digiling halus. Tempelkan pada
wasirnya.
CATATAN : Pemakaian lama, dapat mengganggu fungsi ginjal.


Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS: Manis, sedikit pahit, netral. Anti radang, peluruh kencing (diuretik), pengobatan radang mata, menghilangkan angin dan panas, astringent, antihemorrhoid, menghentikan perdarahan. KANDUNGAN KIMIA: Asam kersik 5%-10%, asam oksalat, asam malat, asam akonitat (equisetic acid), asam tanat, kalium, natrium, thiaminase dan saponin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar