Mengenai Saya

selamat datang di blog materi kuliah kesehattan lingkungan,, blog ini berisi tentang materi-materi kuliah yang ada di jurusan kesehatan lingkungan dan bertujuan mempermudah mahasiswa kesehatan lingkungan dalam mencari materi-materi kuliah. semoga blog ini bermanfaat bagi yang membaca, khususnya bagi mahasiswa kesehatan lingkungan sendiri..

Sabtu, 01 Januari 2011

SEMEN

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.
Jenis-jenis semen menurut BPS adalah :
- semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I sd. V.
- semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
- oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
- mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.
Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus :
(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (%CaO + %MgO)
Angka hidrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Namun demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.
Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut :
• Proses basah : semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah keterbatasan energi BBM.
• Proses kering : menggunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap pengelolaan yaitu :
- proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal.
- proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran yang homogen.
- proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
- proses pendinginan terak.
- proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling dengan cement mill.

Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena pembakaran dengan suhu mencapai 900 derajat Celcius sehingga menghasilkan : residu (sisa) yang tak larut, sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium oksida, oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas.
II. Optimalisasi Penerimaan
2.1. Skenario I : Cukai Terhadap Produksi Semen Dalam Negeri
Tujuan utama dari ekstensifikasi obyek barang kena cukai (BKC) adalah untuk mengoptimalkan penerimaan negara dengan tidak mengesampingkan segi karakteristik barang tertentu untuk dikenakan cukai.
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan permintaan semen selama kurun waktu tertentu berikut ini disajikan tabel jumlah produksi :
Tabel 1. Tabel Jumlah Produksi Semen (dalam ton)
Tahun Jumlah Pabrik Jumlah produksi Perubahan
1988 11 13719049
1989 11 14145048 0,031
1990 11 13822102 -0,023
1991 11 15836894 0,146
1992 11 15802349 -0,002
1993 12 19686066 0,246
1994 12 18111104 -0,080
1995 12 17108774 -0,055
1996 11 25039672 0,464
1997 11 20879018 -0,166

Rata-rata 17415008 0,062
Berdasarkan tabel jumlah produksi semen selama periode tahun 1988-1997 dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat pertumbuhan jumlah produksi semen adalah 6,2% per tahun. Dengan melihat besarnya rata-rata tingkat pertumbuhan jumlah produksi tersebut, maka diharapkan akan ada peningkatan penerimaan negara di sektor cukai apabila produksi semen dikenakan cukai. Hal ini disebabkan karena :


1. Berdasarkan trend produksi semen dapat diketahui ada peningkatan jumlah produksi semen meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit.
2. Semen merupakan barang inelastis yang artinya berapapun tingkat harga semen tidak terlalu mempengaruhi jumlah produksi semen sehingga diharapkan penerimaan negara akan meningkat.
III. Elastisitas Permintaan
Berdasarkan analisa statistik terhadap data produksi dan nilai produksi industri semen di Indonesia yang diperoleh dari BPS melalui uji regresi dengan harga konstan, diperoleh hasil –0,80673 dengan t-statistik -2,270 (ceteris paribus diasumsikan income percapita tetap). Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga sebesar 10% akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi semen sebesar 8,0673%. Oleh karena itu, semen mempunyai sifat permintaan inelastis yang artinya berapapun peningkatan harga semen tidak akan terlalu mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap semen, maka penurunan jumlah produksi tersebut tidak akan mempengaruhi permintaan semen di dalam negeri. Dengan demikian semen mepunyai potensi yang cukup besar untuk meningkatkan penerimaan negara di sektor cukai apabila semen tersebut dikenakan cukai.
IV. Kelayakan Administrasi
Salah satu pertimbangan dalam pemungutan pajak di suatu negara, temasuk dalam hal ini adalah cukai, dengan mempertimbangkan kelayakan administrasi dari pemungutannya. Kelayakan administrasi suatu barang untuk dikenakan cukai dimaksudkan bahwa administrasi barang kena cukai tersebut dapat dilakukan secara tertib, terkendali, sederhana dan mudah difahami oleh anggota masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui, industri semen dapat dikelompokkan dalam :
1. Weight loosing process industry, karena untuk membuat satu ton semen diperlukan bahan-bahan baku seperti yang telah disebutkan di atas yang berat totalnya hampir dua kali lipat dari produk akhir yang dihasilkannya, sehingga industri semen adalah industri yang padat modal.
2. Selain padat modal industri semen juga padat energi. Energi yang dipakai pada umumnya adalah listrik dan bahan bakar. Untuk menghasilkan satu ton semen, energi yang dibutuhkan bisa mencapai 110 – 120 Kwh energi listrik ; sedangkan untuk menghasilkan satu ton clinker, energi yang dibutuhkan adalah antara 800 – 900 Kkal energi bahan bakar.
3. Rentang biaya produksi semen per tonnya adalah antara US $ 26 – US $ 38. Oleh karena itu industri semen merupakan industri yang bersifat ekonomi skala besar (economies of scale) yang artinya semakin besar volume produksinya, semakin kecil biaya rata-rata (average cost) per ton semen.
4. Proses produksi semen adalah proses produksi yang terpadu (berada pada satu lokasi dan tidak terpisah-pisah), sehingga kemungkinan melakukan mutasi barang setengah jadi sangatlah sulit. Proses produksi dalam industri semen dilakukan dengan menggunakan high technology (teknologi canggih), sehingga industri semen hanya dapat dilakukan oleh industri besar saja (bukan berbentuk industri rakyat/home industry). Selain itu, industri semen menghasilkan single product, yaitu produk semen saja dan sangat sulit untuk memproduksi barang lain selain semen.
5. Sistem distribusi barang jadi hasil produksi semen adalah sederhana, yaitu melalui Asosiasi Semen Nasional, melalui truk, tangki atau kontainer. Selain itu, tempat penimbunan barang jadi hasil industri semen juga sederhana, sehingga mudah untuk diawasi.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, industri semen bukanlah industri tradisional melainkan industri yang modern yang padat modal, sehingga mengharuskan memiliki sistem administrasi yang baik. Oleh karena itu, pengawasan terhadap jumlah produksi maupun penjualan semen dalam rangka perhitungan cukainya tidaklah terlalu sulit.
Hasil akhir industri semen adalah bubuk/bulk yang dapat langsung dikeluarkan dalam bentuk bulk truk/tangki yang berupa semen curah dengan ukuran tertentu dan melalui proses pengantongan dengan kemasan berupa zak (berukuran 40 atau 50 Kg). Semen juga memiliki jenis tertentu dan ada standar mutunya, sehingga mudah untuk menetapkan berapa besarnya tarif cukai untuk masing-masing jenis semen.
Selain itu, jumlah pabrik semen tidak terlalu banyak (sekitar sepuluh sampai dengan dua puluh pabrik) dengan jaringan pemasaran yang meliputi 27 (dua puluh tujuh) propinsi di Indonesia, sehingga mudah untuk melakukan pengawasan fisik, sebagai implementasi dari karakteristik cukai cukai. Pengawasan fisik tersebut dapat dilakaukan dengan dua cara, yaitu :
- Penempatan pegawai Bea dan Cukai untuk mengawasi pabrik semen. Namun demikian jumlah pegawai yang dibutuhkan tidaklah terlalu banyak, karena industri semen pabriknya jelas dan produk hasil akhirnya mudah dikenal luas oleh masyarakat.
- On Call Service yang dikaitkan dengan self assesment dalam administrasi cukai, dimana pegawai Bea dan Cukai dapat dipanggil sewaktu-waktu, yaitu pada saat diperlukan oleh pabrik semen. Hal ini adalah untuk mengantisipasi kesulitan pegawai yang mau ditempatkan di pabrik semen, mengingat dampak negatif terhadap kesehatan pegawai yang ditimbulkan oleh industri semen.
Dengan administrasi yang baik dan adanya kemudahan-kemudahan dalam pengawasan fisik, baik dari segi jumlah produksi maupun penjualannya, maka semen mudah diawasi/dikontrol karena pabriknya jelas, berskala besar, proses produksinya terpadu dan barang jadinya (hasil akhirnya) spesifik dan terukur. Selain itu, kemungkinan untuk pelarian hak-hak negara juga sangat kecil, karena semen sulit untuk dipalsukan (proses produksinya rumit dan barang jadi / hasil akhirnya jelas dan sudah dikenal luas oleh masyarakat). Oleh karena itu, berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas maka mudah untuk menerapkan aturan-aturan yang ada dalam UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Pelunasan cukai dapat dilakukan pada saat semen selesai dibuat di Indonesia. Untuk semen curah, pelunasannya dapat dilakukan pada saat keluar dari truk/tangki curahnya. Sedangkan untuk semen yang telah dikemas dalam kantong/zak, pada saat dikeluarkan dari pabrik. Untuk semen impor pelunasan cukainya dilakukan pada saat semen diimpor untuk dipakai. Pelunasan sukai semen dapat dilakukan dengan pembayaran.
Sistem pengawasan dengan menggunakan dokumen cukai. Pemasukan/pengeluaran semen ke/dari pabrik atau tempat penyimpanan, wajib diberitahukan kepada kepala kantor Bea Cukai setempat dengan dilindungi oleh dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai. Perizinan berupa BKC untuk mendirikan pabrik, tempat penimbunan dan tempat penjualan eceran semen serta importir semen diberikan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai a.n. Menteri Keuangan Republik Indonesia, dan setelah mendapatkan NPPBKC, maka pengusaha pabrik dan importir semen wajib memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai dengan UU No. 11/1995 tentang Cukai, antara lain ketentuan pasal 16 UU No. 11/1995 berkenaan dengan kewajiban pengusaha pabrik untuk membuat buku catatan mengenai semen untuk dilaporkan kepada pejabat Bea dan Cukai.
Ada kendala dalam melaksanakan administrasi di bidang cukai semen. Antara lain penggunaan semen abu/portland jenis II dan V banyak digunakan untuk pembangunan Rumah Sangat Sederhana (RSS), sehingga jika dikenakan cukai, maka akan banyak masyarakat kecil yang memprotesnya. Jalan keluar untuk permasalahan tersebut adalah dengan mengatur agar pengenaan cukai terhadap semen tipe tersebut akan, yaitu dikenakan cukai dengan tarif yang relatif rendah.
Memang ada kendala dalam administrasi cukai semen, akan tetapi karena potensi penerimaan dari cukai adalah cukup besar dan administrasi pemungutan cukainya murah serta kelayakan administrasinya memadai, maka semen mempunyai potensi untuk dikenakan cukai.

V. Pajak Lainnya
Selama ini industri semen telah dikenakan beberapa macam pajak diantaranya adalah :
 Pajak Penghasilan (PPh) Badan
 Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan untuk Karyawan
 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
 Pajak pertambahan Nilai (PPN)
 Pajak Daerah dan Distribusi Daerah

Dengan melihat beban pajak yang telah dikenakan pada barang produksi semen pada saat ini, maka diharapkan salah satu beban pajak tersebut digantikan dengan cukai. Pajak yang dapat dipertimbangkan untuk diganti dengan cukai adalah PPN. Hal ini disebabkan karena penerimaan negara diperkirakan akan lebih besar dan lebih sederhana bila semen dikenakan cukai dibanding bila dikenakan PPN. Di samping itu pengenaan cukai dapat dibebankan kepada konsumen (forward shifting) dan bukan kepada pengusaha pabrik.
Pengenaan cukai terhadap semen akan mengakibatkan kenaikan harga semen. Mengingat semen adalah barang yang mempunyai sifat permintaan inelastis yaitu permintaan yang tidak peka terhadap perubahan harga, maka pengenaan cukai terhadap semen diharapkan tidak mempengaruhi penerimaan negara di sektor pajak yang lain.
VI. Dampak Lingkungan dan Sosial
Berdasarkan bahan baku dan bahan bakar yang digunakannya serta proses produksi yang dilaluinya, maka semen mempunyai dampak penting untuk komponen-komponen lingkungan seperti diuraikan di bawah ini :
a) LAHAN; dampak yang bersifat merugikan adalah :
• Penurunan kualitas dari segi kesuburan tanah akibat penambangan tanah liat.
• Perubahan dari segi tata guna tanah akibat kegiatan penebangan dan penyerapan lahan serta pembangunan fasilitas lainnya. Perubahan ini dari segi waktu akan meluas ke arah menurunnya kapasitas penampungan air yang pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap kuantitas air sungai. Sedangkan dari segi ruang akan mempengaruhi keseimbangan atau keselarasan lingkungan setempat.
b) AIR; dampak yang bersifat merugikan adalah :
• Kualitas air bertambah buruk akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak dan sisa air dari kegiatan penambangan, yang menimbulkan lahan kritis yang mudah terkena erosi, yang akan mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah banjir pada musim hujan.
• Kuantitas air atau debit air menjadi berkurang karena hilangnya vegetasi pada suatu lahan akan mengakibatkan penyerapan air hujan oleh tanah di tempat itu menjadi berkurang, sehingga persediaan air tanah menjadi menipis, akibatnya persediaan ait tanah menjadi makin sedikit. Akibat lanjutan adalah sungai menjadi kering pada musim kemarau dan sebaliknya sungai akan banjir (debit air menjadi sangat tinggi) karena tanah tidak mampu lagi menyerap air yang mengalir terlalu cepat.
3. UDARA; dampak yang bersifat merugikan adalah :
a) Debu yang dihasilkan oleh kegiatan pabrik terdiri dari :
• Debu yang dihasilkan pada waktu pengadaan bahan baku dan selama proses pembakaran,
• Debu yang dihasilkan selama pengangkutan bahan baku ke pabrik dan bahan jadi ke luar pabrik, termasuk pengantongannya.
b) Debu yang secara visual terlihat di kawasan pabrik dalam bentuk kabut dan kepulan debu tersebut, dapat menimbulkan pencemaran udara yang sangat mengganggu, antara lain dapat mengakibatkan naiknya temperatur udara di sekitar pabrik, bahkan dapat menimbulkan penyakit.
c) Gas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar minyak bumi dan batu bara, berupa gas CO, CO2 dan SO2 yang mengandung hidrokarbon dan belerang.
d) Kebisingan yang terdiri dari tiga jenis sumber bunyi :
• Mesin-mesin yang digunakan dalam pabrik,
• Alat-alat besar seperti traktor yang dipakai pada waktu pengambilan bahan baku,
• Dentuman dinamit yang digunakan pada waktu pengambilan kapur.
e) Berkurangnya keanekaragaman flora, berubahnya pola vegetasi dan jenis endemik, berubahnya pembentukkan klorofil dan proses fotosintesa.
f) Berkurangnya keanekaragaman fauna (burung, hewan tanah dan hewan langka). Berubahnya habitat air dan habitat tanah tempat hidup hewan-hewan tersebut.
Sedangkan dampak negatif yang diakibatkan semen terhadap lingkungan sosial atau kehidupan masyarakat adalah sebagai berikut :
 Status gizi kadar hemoglobin darah dimana semakin rendah status gizi seseorang, semakin rendah kadar hemoglobin darahnya.
 Dampak lingkungan terhadap pola penyakit, khususnya penyakit saluran pernafasan, seperti bronchitis, pharingtis dan tbc paru serta silicosis (pneumocosis), penyakit saluran pencernaan dan gangguan pada kulit.
 Morbidity rate (angka kesakitan) dari penyakit-penyakit tertentu untuk dapat menggambarkan besarnya dari dampak penyakit-penyakit tersebut di atas terhadap kesehatan. Beberapa penyakit yang diperkirakan akan meningkat intensitasnya antara lain penyakit yang saluran nafas, penyakit yang berhubungan dengan gangguan kejiwaan (psycho-social) dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kurang sehat.
 Penyakit gangguan kejiwaan (psiko-sosial) adalah penyakit yang bukan disebabkan oleh adanya sebab-sebab fisik, tetapi penyakit yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan yang sulit diterangkan secara fisis maupun biologis, misalnya sakit kepala yang tidak jelas penyebabnya, nyeri ulu hati, gelisah, sulit tidur, berdebar-debar (yang dalam istilah kedokteran dinamakan gastritis, cephagia, neurosis anxiety).
 Penyakit akibat kecelakaan kerja.
 Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh rendahnya mutu lingkungan, seperti penyakit perut (diarhea), demam berdarah, malaria kulit dan sebagainya.
Seperti telah dikemukakan di atas, ternyata semen memang menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi linkungan. Sayang sekali tidak ada informasi tentang berapa besarnya (magnitude) dampak-dampak negatif ini (khususnya dalam kasus Indonesia), Padahal hal ini sangat penting untuk menjadi alasan bahwa semen memang harus dikenai cukai, karena dampak-dampak negatif tersebut seringkali “berada di atas nilai ambang batas yang wajar.”
VII. Tenaga Kerja
Rata-rata penyerapan tenaga kerja pada industri semen di Indonesia adalah sebesar 14.150 orang dengan rata-rata penyerapan tenaga kerja tiap pabrik sebesar 1.253 orang. Industri Semen adalah termasuk industri yang padat modal. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah produksi dengan penyerapan tenaga kerja. Sebagaimana data tabel 3 untuk periode tahun 1992-1993, nilai produksi mengalami peningkatan sebesar 33,07% sedangkan jumlah tenaga kerja justru mengalami penurunan sebesar 0,01%. Menyusutnya jumlah tenaga kerja pada saat jumlah produksi meningkat adalah karena pengerjaan produksi semen cenderung menggunakan tenaga mesin.
VIII. Kandungan Impor dan Impor Semen
Bahan baku yang masih diimpor adalah bahan baku berupa gypsum, sedangkan bahan baku yang lain telah menggunakan kandungan lokal. Prosentase kandungan impor dari tabel tersebut dapat diketahui sangat kecil yaitu rata-rata 16,68% pertahun, yang berarti kandungan lokalnya sebesar 83,32%. Perubahan nilai impor dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan, akan tetapi pada kasus tertentu seperti pada tahun 1995 dan 1997 terjadi peningkatan kandungan impor yaitu masing-masing sebesar 45,32% dan 52,06%.
Tabel 6. Tabel Impor Semen Tahun 1998
No. Jenis Semen Jumlah Impor (kg) Rata-rata Produksi DN (kg)
1. White Cement 224.732
2. Semen Tipe I 94.608.066
3. Semen Portland 2.963.216
4. Semen Fondu 2.120.368
5. Semen hidraulik 117.469
Jumlah 10.003.385 17.415.008.000
Sumber : data BPS
Berdasarkan data tabel tersebut di atas dapat diketahui besarnya persentase impor semen yaitu 0,06%.
Ketentuan WTO mengatur bahwa pengenaan segala jenis pajak, dalam hal ini adalah cukai terhadap barang kena cukai (BKC) impor (semen) diperkenankan sepanjang pengenaan tersebut tidak bersifat diskriminatif dalam arti cukai dikenakan terhadap BKC impor maupun BKC dalam negeri.
II. Asset Perusahaan
Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan dengan aset perusahaan semen di Indonesia dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 8. Tabel Aset Perusahaan Semen di Indonesia
Tahun Jumlah Pabrik Jumlah Aset ( Rp.000) Delta
1988 11 1501436095
1989 11 1713568135 0,123795509
1990 11 1693772243 -0,011687458
1991 11 2100295335 0,193555204
1992 11 3060356090 0,313708839
1993 12 3808517715 0,196444307
1994 12 3802279540 -0,001640641
1995 12 3674441216 -0,034791229
1996 11 4324810536 0,150380997
1997 11 3352373810 -0,290074073
Rata-rata 2903185072 0,063969146
Sumber : Data BPS
Rata-rata jumlah aset perusahaan semen di Indonesia adalah sebesar Rp. 290.385.072.000,00. Dengan mengetahui besarnya aset perusahaan tersebut dapat disimpulkan bahwa Perusahaan semen di Indonesia merupakan perusahaan besar yang bersifat capital intensive sehingga dampak sosial pengenaan cukai terhadap produksi semen akan relatif kecil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar